RASIONAL
Salah satu bidang
penting dalam Administrasi/Manajemen Pendidikan adalah berkaitan dengan
Personil/Sumberdaya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan, baik itu
Pendidik seperti guru maupun tenaga Kependidikan seperti tenaga Administratif.
Intensitas dunia pendidikan berhubungan dengan manusia dapat dipandang sebagai
suatu perbedaan penting antara lembaga pendidikan/organisasi sekolah dengan
organisasi lainnya, ini sejalan dengan pernyataan Sergiovanni, et.al (1987:134)
yang menyatakan bahwa:
”Perhaps
the most critical difference between the school and most other organization is
the human intensity that characterize its work. School are human organization
in the sense that their products are human and their processes require the
sosializing of humans”
Hal tersebut menunjukan
bahwa masalah sumberdaya manusia menjadi hal yang sangat dominan dalam proses
pendidikan/pembelajaran, hal ini juga berarti bahwa mengelola sumberdaya
manusia merupakan bidang yang sangat penting dalam melaksanakan proses
pendidikan/pembelajaran di sekolah.
Sumberdaya manusia
dalam konteks manajemen adalah ”people who are ready, willing, and able to
contribute to organizational goals (Wherther and Davis, 1993:635). Oleh karena
itu Sumberdaya Manusia dalam suatu organisasi termasuk organisasi pendidikan
memerlukan pengelolaan dan pengembangan yang baik dalam upaya meningkatkan
kinerja mereka agar dapat memberi sumbangan bagi pencapaian tujuan.
Meningkatnya kinerja Sumber Daya Manusia akan berdampak pada semakin baiknya
kinerja organisasi dalam menjalankan perannya di masyarakat.
Meningkatkan kinerja
Sumber Daya Manusia memerlukan pengelolaan yang sistematis dan terarah, agar
proses pencapaian tujuan organisasi dapat dilaksanakan secara efektif dan
efisien. Ini berarti bahwa manajemen Sumber Daya Manusia merupakan hal yang
sangat penting untuk keberhasilan perusahaan, besar atau kecil, apapun jenis
industrinya (Schuller and Jackson, 1997:32), aspek Manajemen Sumberdaya Manusia
menduduki posisi penting dalam suatu perusahaan/organisasi karena setiap
organisasi terbentuk oleh orang-orang, menggunakan jasa mereka, mengembangkan
keterampilan mereka, mendorong mereka untuk berkinerja tinggi, dan menjamin
mereka untuk terus memelihara komitmen pada organisasi merupakan faktor yang
sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi (De Cenzo&Robbin,
1999:8). Menurut Barney (Bagasatwa,(ed),2006:12) sistem Sumber Daya Manusia
dapat mendukung keunggulan kompetitif secara terus menerus melalui pengembangan
kompetensi SDM dalam organisasi.
Sumber daya
manusia (SDM) merupakan aset utama suatu organisasi, baik organisasi bisnis
maupun organisasi nirlaba. Masa depan dan kelestarian suatu organisasi
tergantung pada pengetahuan, keterampilan dan kompetensi SDM, serta sinergi
antara SDM sebagai penggerak organisasi dan pengelolaan yang efektif sumber
daya lainnya yang ada dalam organisasi tersebut. SDM merupakan aset yang paling
pelik untuk dikelola karena keunikan individu, perbedaan kompetensi,
kualifikasi, keahlian serta latar belakang SDM yang menjadi bagian dari suatu organisasi.
Perhatian yang sungguh-sungguh terhadap SDM dalam suatu organisasi makin
meningkat karena produktivitas suatu organisasi banyak ditentukan oleh kinerja
SDMnya.
Era
globalisasi saat ini menghendaki setiap negara untuk bekerja lebih efektif dan
efisien untuk meningkatkan daya saing. Peningkatan kualitas dan produktivitas
kerja menjadi tuntutan dunia bisnis dan industri maupun organisasi nirlaba agar
produk dan jasa yang dihasilkannya mampu bersaing secara regional maupun
global. Tuntutan perubahan budaya kerja ini juga dihadapi organisasi yang
bergerak dalam bidang jasa pendidikan, termasuk pendidikan tinggi swasta (PTS).
Dalam rangka mencapai visi,
misi dan tujuan pendidikan yang telah ditetapakan bersama oleh sekolah,
diperlukan kondisi sekolah yang kondusif dan keharmonisan antara tenaga
pendidik yang ada disekolah antara lain, Kepala sekolah, guru, tenaga
administrasi, yang masing-masing mempunyai peran yang cukup besar dalam
mencapai tujuan pendidikan.
Tenaga dosen salah satu
tenaga kependidikan yang mempunyai peran sebagai faktor penentu keberhasilan
tujuan organisasi selain tenaga kependidikan lainnya, karena dosen yang
langsung bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang
muaranya akan menghasilkan tamamatan yang diharapkan. Untuk itu kinerja dosen
harus selalu ditingkatkan.
Upaya-upaya untuk
meningkatkan kinerja itu biasanya dilakukan dengan cara memberikan balas jasa
(kompensasi), memberikan motivasi, meningkatkan kemampuan, gaya kepemimpinan
yang baik. Sementara kinerja dosen dapat ditingkatkan apabila kompensasi
diberikan tepat waktunya, dan pihak manajemen sekolah bisa mengetahui apa yang
diharapkan dan kapan bisa harapan-harapan diakui terhadap hasil kerjanya.
Kinerja dosen atau prestasi
kerja merupakan hasil yang dicapai oleh dosen dalam melaksanakan tugas-tugas
yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan
kesungguhan serta penggunaan waktu. Kinerja baik jika dosen telah melaksanakan
unsur-unsur yang terdiri komitmen yang tinggi pada tugas mengajar, menguasai
dan mengembangkan bahan pelajaran, kedisiplinan dalam mengajar dan kreatifitas
dalam melaksanakan pengajaran serta tujuan lainnya seperti penelitian dan
pengabdian pada masyarakat yang sering disebut Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Dengan demikian membaiknya
keadaan social ekonomi masyarakat dan pendidikan yang bertambah tinggi, serta
pengetahuan masyarakat yang terus meningkat, mengakibatkan sistem nilai juga
bertambah, yang mengakibatkan masyarakat makin menuntut pendidikan yang bermutu
dan memuaskan.
Pemberian kompensasi tehadap
dosen adalah sebagai pendorong yang dapat memotivasi guru untuk lebih bekerja
keras secara efektif. Kompensasi terkait erat dengan kinerja dosen. Terdapat
timbal balik dua arah antara pemberian kompensasi dengan kinerja. Kompensasi
diberikan karena adanya kinerja yang baik dan diberikan untuk lebih
meningkatkan kinerja lagi dimasa mendatang.
Motivasi yang diberikan
dapat berupa kompensasi baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung,
sehingga kemauan, kemampuan dan semangat kerja dosen akan meningkat dengan
sendirinya. Dorongan dan semangat ini agar para dosen memahami serta sadar akan
tugas dan kewajiban yang harus ia lakukan setelah kepala sekolah menetapkan
target dan sasaran serta tugas-tugas setiap pekerjaan.
Dari Uraian di atas, maka
penulis tertarik untuk menyusun makalah tentang “ Pengaruh Pengembangan SDM dan Sistem Kompensasi Terhadap Kinerja
Dosen. ”
KAJIAN TEORITIS
A.
KINERJA
Karyawan sebagai bagian penting suatu
organisasi/perusahaan memegang peranan sangat menentukan dalam usaha mencapai
tujuan perusahaan. Oleh karenanya perhatian perusahaan terhadap masalah ini
menjadi sangat penting, karena kinerja karyawan yang buruk akan berdampak buruk
pula terhadap usaha mencapai tujuan perusahaan.
1.
Hakekat Kinerja
Kinerja adalah istilah
yang populer di dalam manajemen, yang mana istilah kinerja didefinisikan dengan
istilah hasil kerja, prestasi kerja dan performance. Menurut The Sriber
Bantam English Dictionary terbitan Amerika Serikat dan Canada, tahun 1979
(dalam Prawirosentono, 1999:1-2) “to perform“ mempunyai beberapa “entries”
berikut: (1) to do or Carry out; executive, (2) to discharge or
fulfill, as a vow, (3) to party, as a character in a play, (4) to render
by the voice or musical instrument, (5) to execute or complete on
undertaking, (6) to act a part in a play, (7) to perform music,
(8) to do what is expected of person or machine.
Dalam Kamus Bahasa
Indonesia dikemukakan arti kinerja sebagai “(1) sesuatu yang dicapai; (2)
prestasi yang diperlihatkan; (3) kemampuan kerja”. Menurut Fattah (1999:19)
kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai: ”ungkapan
kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan keterampilan dan motivasi
dalam menghasilkan sesuatu”. Sementara menurut Sedarmayanti (2001:50) bahwa:
“Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti prestasi
kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, unjuk kerja atau penampilan kerja”.
Samsudin (2005:159)
menyebutkan bahwa: “Kinerja adalah tingkat pelaksanaan tugas yang dapat dicapai
seseorang, unit atau divisi dengan menggunakan kemampuan yang ada dan
batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan
organisasi/perusahaan”.
Berdasarkan pengertian
di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah penampilan yang melakukan,
menggambarkan dan menghasilkan sesuatu hal, baik yang bersifat fisik dan non
fisik yang sesuai dengan petunjuk, fungsi dan tugasnya yang didasari oleh
pengetahuan, sikap, keterampilan, dan motivasi.
Byar dan Lyod (1981:213), mengatakan bahwa kinerja
menunjukkan derajat penyelesaian tugas yang menyertai pekerjaan seseorang dan
kinerja merupakan suatu refleksi seberapa besar individu memenuhi tuntutan
sebuah pekerjaan. Soeprihanto (2000:7), menyatakan bahwa kinerja seorang
karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode waktu
tertentu dibandingkan berbagai kemungkinan, misalnya standar atau
target/kriteria lain yang ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati
bersama.
Soeprihanto (2000:10), menyatakan bahwa penilain
kinerja suatu sistem yang digunakan untuk menilai atau mengetahui apakah
karyawan telah melasanakan pekerjaan masing‐masing
secara keseluruhan. Sistem penilaian kerja harus mempunyai standar pelaksanaan
kerja yang berhubungan dengan hasil yang diinginan dan telah ditetapkan untuk
memberikan gambaran yang akurat tentang kinerja karyawan.
Kinerja merupakan suatu konstruk multidimensional
yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Pada sistem kinerja
tradisional, kinerja hanya dikaitkan dengan faktor personal, namun
kenyataannya, kinerja sering diakibatkan oleh faktor – faktor lain di luar
faktor personal, seperti sistem, situasi, kepemimpinan atau tim. Proses
penilaian kinerja individu tersebut harus diperluas dengan penilaian kinerja
tim dan efektifitas manajernya. Hal ini oleh karena perilaku individu merupakan
refleksi perilaku anggota group dan pimpinan. Motivasi berperan penting dalam
mengubah perilaku pekerja.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja individu (job performance) sebagai suatu fungsi
dari interaksi atribut individu (individual atribut), usaha kerja (work
effort) dan dukungan organisasi (organizational support).
Faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga
kerja adalah kemampuan mereka, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan
pekerjaan yang mereka lakukan dan hubungan mereka dengan organisasi. Pengamatan
dan analisis manajer tentang perilaku dan prestasi individu dalam bekerja
memerlukan pertimbangan ketiga perangakat variabel yang secara langsung
mempengaruhi perilaku individu dan hal–hal yang dikerjakan oleh pegawai
bersangkutan. Ketiga variabel tersebut dikelompokkan dalam variabei individu,
psikologis dan keorganisasian yang merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja.
Variabel individu meliputi: kemampuan, ketrampilan, kepuasan, latar belakang,
karakteristik/ demografis : usia, jenis kelamin., status perkawinan, masa kerja
dan pendidikan. Variabel psikologi meliputi persepsi, sikap, kepribadian,
belajar dan motivasi. Variabel organisasi melputi kepemimpinanm, imbalan,
kondisi kerja,
dan supervisi.
2.
Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja karyawan adalah masalah penting bagi seluruh pengusaha.
Namun, kinerja yang memuaskan tidak terjadi secara otomatis, dimana hal ini
akan terjadi dengan menggunakan sistem penilaian manajemen yang baik. Sistem
manajemen kinerja (performance management system) terdiri dari proses-proses
untuk mengidentifikasi, mendorong, mengukur, mengevaluasi, meningkatkan dan
memberi penghargaan terhadap kinerja para karyawan yang dipekerjakan. Sistem
manajemen kinerja adalah proses yang digunakan untuk mengidentifikasi,
mendorong, mengukur, mengevaluasi, meningkatkan dan memberi penghargaan
terhadap kinerja karyawan.
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan
karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka
memberi kontribusi kepada organisasi yang antara lain adalah :
1. Kuantitas output
2. Kualitas output
3. Jangka waktu output
4. Kehadiran di tempat kerja
5. Sikap kooperatif
Tampaknya dimensi lainnya dari kinerja mungkin tepat untuk
pekerjaan-pekerjaan tertentu, tetapi yang didata ini adalah yang aling umum.
Nmun demikian penilaian ini bersifat umum karena setiap pekerjaan mempunyai
kriteria pekerjaanyang spesifik, atau dimensi kinerja kerja yang
mengidentifikasikan elemen-elemen paling penting dari suatu pekerjaan.
Standar kinerja menjelaskan tingkat-tingkat kinerja yang diharapkan , dan
merupakan bahan perbandingan, tujuan atau target tergantung dari pendekatan
yang diambil. Standar kinerja yang realistis, terukur, dan mudah dipahami,
menguntungkan baik bagi organisasi maupun bagi karyawan. Standar kinerja mendefiniskan
tentang pekerjaan yang tergolong memuaskan. Adalah penting untuk menetapkan
standar-standar sebelum pekerjaan itu tampil sehingga semua yang terlibat akan
memahami tingkat kinerja yang diharapkan.
Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses evaluasi seberapa
baik karyawan mengerjakan pekerjaannya ketika dibandingkan dengan satu set
standar, dan kemudian mengkomunikasinnya dengan karyawan. Penilaian demikian
disebut sebagai penialian karyawan, evaluasi karyawan, tinjauan kinerja, evaluasi
kinerja dan penilaian hasil.
Penilaian kinerja
adalah “A way of measuring the contribution of individuals to their
organization”. Menilai kinerja pegawai dapat dilakukan dengan mengukur
secara kualitatif dan kuantitatif hasil kerja pegawai, yaitu dengan cara
melihat prestasi dan kontribusi yang diberikan pegawai dalam bekerja.
Selanjutnya, untuk mengetahui apakah karyawan melaksanakan tugas sesuai dengan
tuntutan pekerjaan dan apakah kinerjanya meningkat atau menurun, maka
organisasi harus melakukan penilaian kinerja kepada anggotanya yang dilakukan
secara berkala. Kegiatan penilaian kinerja adalah proses di mana perusahaan
mengevaluasi atau menilai kemampuan dan kecakapan kerja pegawai dalam melakukan
suatu pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
Enam kriteria pokok
yang dapat dipakai untuk mengukur kinerja, yaitu:
1.
Quality. The degree to which the process or result
of carrying out an activity approaches perfection, in term of either conforming
to same ideal way of performing the activity or fulfilling the activity’s
intended purpose.
2.
Quantity. The amount produced, expressed in such
terms as dollar value, number of units, or completed activity cycles.
3.
Timeliness. The degree to which an activity is
completed, or a result produced, at the earliest time desirable from the
standpoints of both coordinating with the outputs of others and maximizing the
time available for other activities
4.
Cost effectiveness.. The degree to which the
use of the organization’s resources (e.g., human, monetary, technological,
material) is maximized in the sense of getting the highest gain or reduction in
loss from each unit or instance of use of resource.
5.
Need for supervision. The degree to which a
performer can carry out a job function without either having to request
supervisory assistance or requiring supervisory intervention to prevent an
adverse outcome.
6.
Interpersonal impact. The degree to which a
performer promotes feelings of self esteem, goodwill, and cooperation among
coworkers and subordinates.
Beberapa kriteria untuk
menilai kinerja pegawai, antara lain:
(a)
Intelijensia. Berhubungan dengan kemampuan untuk mengerti kesadaran mental. (b)
Pertimbangan. Berhubungan dengan sikap membedakan untuk melihat hubungan antara
hal satu dan lainnya. (c) Inisiatif. Berhubungan dengan pemikiran konstruktif
dan penuh akal; berkemampuan dan berintelijensi untuk bertindak atas tanggung
jawabnya sendiri. (d) Kekuatan. Berhubungan dengan kekuatan moril yang dimiliki
dan digunakan untuk mencapai hasil. (e) Kepemimpinan. Berhubungan dengan
kemampuan untuk mengarahkan, dan mempengaruhi orang lain dalam tindakan yang
tertentu dan dalam menjaga disiplin. (f) Keberanian moril. Berhubungan dengan
sifat mental yang membuat seseorang untuk melakukan apa yang dikatakan oleh
hati nuraninya tanpa takut-takut. (g) Kerjasama. Berhubungan dengan kemampuan
untuk bekerja secara serasi dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama.
(h) Kesetiaan. Berhubungan dengan kesesuaian, kesetiaan, kelanggengan,
pengabdian semua terhadap otoritas yang lebih tinggi. (i) Keteguhan.
Berhubungan dengan upaya mempertahankan tujuan atau saran walaupun ada
hambatan. (j) Reaksi terhadap keadaan darurat. Berhubungan dengan kemampuan
untuk bertindak secara masuk akal dalam situasi yang sulit dan tak terduga. (k)
Daya tahan. Berhubungan dengan kemampuan untuk bekerja dalam kondisi apapun.
(l) Kerajinan. Berhubungan dengan prestasi kerja dari segi tenaganya. (m)
penampilan dan kerapihan diri serta pakaian. Berhubungan dengan harga diri,
kelengkapan seragam, dan kerapihan penampilannya.
Beberapa dimensi
atau kriteria yang perlu mendapat
perhatian dalam mengukur kinerja, antara lain :
(1)
Quantity of work, yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode
waktu yang ditentukan. (2) Quality of work, yaitu kualitas kerja yang
dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. (3) Job
knowledge, yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan
keterampilannya. (4) Creativeness, yaitu keaslian gagasan-gagasan yang
dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang
timbul. (5) Cooperation, yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang
lain sesama anggota organisasi. (6) Dependability, yaitu kesadaran dan
dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan menyelesaikan pekerjaan. (7) Initiative,
yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar
tanggung jawabnya. (8) Personal qualities, yaitu menyangkut kepribadian,
kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi.
Selanjutnya masih
menurut Gomes (2003:142) bahwa untuk dapat melakukan penilaian terhadap kinerja
secara efektif, ada dua syarat utama yang harus diperhatikan, yaitu (1) adanya
kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif dan (2) adanya objektivitas
dalam proses evaluasi. Selengkapnya berikut penjelasan dari Gomes tersebut:
1.
Kriteria
pengembangan kinerja yang dapat diukur secara objektif untuk pengembangannya
diperlukan kualifikasi-kualifikasi tertentu. Ada tiga kualifikasi penting bagi
pengembangan kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif, yaitu: (a)
Relevansi, yaitu pengukuran yang menunjukkan tingkat kesesuaian antara kriteria
dengan tujuan-tujuan kinerja. Misalnya kecepatan produksi bisa menjadi ukuran
kinerja yang lebih relevan jika dibandingkan dengan penampilan seseorang. (b)
Reliabilitas, yaitu pengukuran yang menunjukkan tingkat dimana kriteria
menghasilkan hasil yang konsisten. Ukuran-ukuran kuantitatif seperti
satuan-satuan produksi dan volume penjualan bisa menghasilkan ukuran yang
konsisten secara relatif. Sedangkan kriteria-kriteria yang sifatnya subjektif,
seperti sikap, kreativitas dan kerja sama menghasilkan pengukuran yang tidak
konsisten karena tergantung pada orang yang mengevaluasinya. (c) Diskriminasi,
yaitu tingkat pengukuran dimana suatu kriteria kinerja bisa memperlihatkan
perbedaan-perbedaan dalam kinerja. Jika nilai cenderung menunjukkan semua baik
atau jelek, ini berarti ukuran kinerja tidak bersifat diskriminatif, tidak
membedakan kinerja dari masing-masing pekerja.
2.
Dilihat
dari efektivitas dalam proses evaluasi, ada tiga penilaian kinerja yang
saling berbeda, yaitu: (1) Result-based performance evaluation.
Penilaian kinerja berdasarkan hasil akhir, yaitu tipe penilaian kinerja yang
dilakukan dengan merumuskan kinerja dalam mencapai tujuan organisasi dan
melakukan pengukuran hasil-hasil akhirnya. (2) Behavior-based performance
evaluation. Penilaian kinerja berdasarkan perilaku, yaitu tipe penilaian
kinerja yang bermaksud untuk mengukur tercapainya sasaran (goals), dan
bukan hasil akhirnya (end results). Dalam praktek, kebanyakan pekerjaan
yang tidak dapat diukur kinerjanya dengan ukuran yang objektif karena
melibatkan aspek-aspek kualitatif. (3) Judgment-performance evaluation.
Penilaian kinerja berdasarkan judgment, yaitu tipe penilaian kinerja
yang menilai atau mengevaluasi kinerja pekerja berdasarkan deskripsi perilaku
yang spesifik seperti quantity of work, quality of work, job knowledge,
cooperation, initiative, reliability, interpersonal competence, loyality,
dependability, personal qualities dan yang sejenisnya.
a.
Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja, pada
umumnya memiliki tiga tujuan utama, yaitu: tujuan administratif, tujuan
pengembangan karyawan, serta tujuan strategis. Tujuan administratif adalah
untuk : peningkatan gaji, promosi, pemberian penghargaan, pemutusan hubungan
kerja. Tujuan pengembangan karyawan berkaitan dengan: konseling dan
bimbingan, serta pelatihan dan pengembangan. Adapun tujuan strategis dari
penilaian kinerja adalah untuk: menilai apakah karakteristik, perilaku, dan
hasil kerja karyawan mengarah pada pencapaian tujuan organisasi, mendiagnosa
masalah-masalah organisasi, serta mengabsahkan tes yang digunakan dalam seleksi
karyawan. Sampai sekarang ini, pada umumnya penilaian kinerja digunakan untuk
mencapai tujuan administratif dan pengembangan karyawan
Kinerja adalah hasil dari prestasi kerja yang telah
dicapai seorang karyawan sesuai dengan fungsi tugasnya pada periode tertentu
(Bernadin & Russell, 1993 : 379). Adapun Manfaat penilaian kinerja menurut
T. Hani Handoko (1994 : 135), Jennifer M. George & Gareth R. Jones (1996 :
223) dan Sondang P. Siagian (1995 : 227) adalah sebagai berikut :
(1)
Perbaikan prestasi kerja
(2)
Penyesuaian kompensasi
(3)
Keputusan penempatan
(4)
Kebutuhan latihan dan pengembangan
(5)
Perencanaan dan pengembangan karier
(6)
Memperbaiki penyimpangan proses staffing
(7)
Mengurangi ketidak-akuratan informasi
(8)
Memperbaiki kesalahan desain pekerjaan
(9)
Kesempatan kerja yang adil
(10)
Membantu menghadapi tantangan eksternal
Sedangkan
penilaian kinerja menurut Werther dan Davis (1996:342) mempunyai beberapa
tujuan dan manfaat bagi organisasi dan pegawai yang dinilai, yaitu:
1. Performance Improvement. Yaitu
memungkinkan pegawai dan manajer untuk mengambil tindakan yang berhubungan
dengan peningkatan kinerja.
2. Compensation adjustment. Membantu para
pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima kenaikan
gaji atau sebaliknya.
3. Placement
decision. Menentukan promosi, transfer, dan demotion.
4. Training and development needs mengevaluasi
kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi pegawai agar kinerja mereka lebih
optimal.
5. Carrer planning and development. Memandu
untuk menentukan jenis karir dan potensi karir yang dapat dicapai.
6. Staffing process deficiencies.
Mempengaruhi prosedur perekrutan pegawai.
7. Informational inaccuracies and job-design
errors. Membantu menjelaskan apa saja kesalahan yang telah terjadi dalam
manajemen sumber daya manusia terutama di bidang informasi job-analysis,
job-design, dan sistem informasi manajemen sumber daya manusia.
8. Equal employment opportunity. Menunjukkan
bahwa placement decision tidak diskriminatif.
9. External challenges. Kadang-kadang
kinerja pegawai dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keluarga, keuangan
pribadi, kesehatan, dan lain-lainnya. Biasanya faktor ini tidak terlalu
kelihatan, namun dengan melakukan penilaian kinerja, faktor-faktor eksternal
ini akan kelihatan sehingga membantu departemen sumber daya manusia untuk
memberikan bantuan bagi peningkatan kinerja pegawai.
10.
Feedback. Memberikan umpan balik bagi urusan kepegawaian maupun bagi
pegawai itu sendiri
b.
Permasalahan Dalam Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja harus bebas dari
diskriminasi. Apapun bentuk atau metode penilaian yang dilakukan oleh pihak
manajemen harus adil, realistis, valid, dan relevan dengan jenis pekerjaan yang
akan dinilai karena penilaian kinerja ini tidak hanya berkaitan dengan masalah
prestasi semata, namun juga menyangkut masalah gaji, hubungan kerja,
promosi/demosi, dan penempatan pegawai. Adapun bias-bias yang sering muncul
menurut Werther dan Davis (1996:348) adalah:
1.
Hallo Effect, terjadi karena penilai menyukai atau tidak menyukai sifat
pegawai yang dinilainya. Oleh karena itu, pegawai yang disukai oleh penilai
cenderung akan memperoleh nilai positif pada semua aspek penilaian, dan begitu
pula sebaliknya, seorang pegawai yang tidak disukai akan mendapatkan nilai
negatif pada semua aspek penilaian;
2.
Liniency and Severity Effect. Liniency effect ialah penilai cenderung
beranggapan bahwa mereka harus berlaku baik terhadap pegawai, sehingga mereka
cenderung memberi nilai yang baik terhadap semua aspek penilaian. Sedangkan severity
effect ialah penilai cenderung mempunyai falsafah dan pandangan yang
sebaliknya terhadap pegawai sehingga cenderung akan memberikan nilai yang
buruk;
3.
Central tendency, yaitu penilai tidak ingin menilai terlalu tinggi dan
juga tidak terlalu rendah kepada bawahannya (selalu berada di tengah-tengah).
Toleransi penilai yang terlalu berlebihan tersebut menjadikan penilai cenderung
memberikan penilaian dengan nilai yang rata-rata.
4.
Assimilation and differential effect. Assimilation effect, yaitu penilai
cenderung menyukai pegawai yang mempunyai ciri-ciri atau sifat seperti mereka,
sehingga akan memberikan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan pegawai yang
tidak memiliki kesamaan sifat dan ciri-ciri dengannya. Sedangkan differential
effect, yaitu penilai cenderung menyukai pegawai yang memiliki sifat-sifat
atau ciri-ciri yang tidak ada pada dirinya, tapi sifat-sifat itulah yang mereka
inginkan, sehingga penilai akan memberinya nilai yang lebih baik dibanding yang
lainnya;
5.
First impression error, yaitu penilai yang mengambil kesimpulan tentang
pegawai berdasarkan kontak pertama mereka dan cenderung akan membawa
kesan-kesan ini dalam penilaiannya hingga jangka waktu yang lama;
6. Recency
effect, penilai cenderung memberikan nilai atas dasar perilaku yang baru
saja mereka saksikan, dan melupakan perilaku yang lalu selama suatu jangka
waktu tertentu.
Berdasarkan pendapat tersebut maka kendala dan
hambatan yang biasanya muncul dalam penilaian kinerja adalah: (1) Hallo Effect,
(2) Standar yang tidak jelas, (3) Terlalu longgar atau terlalu ketat, (4) Kecenderungan
central atau terpusat, (5) Prasangka pribadi, (6) Pengaruh kesan terakhir.
Berbagai distorsi tersebut dapat dikurangi melalui pemberian latihan bagi para
penilai, umpan balik, dan pemilihan teknik-teknik penilaian kinerja secara
tepat.
3.
Kinerja Dosen
Kinerja merupakan hasil atau
tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di
dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti
standar hasil kerja, target atau sasaran atau criteria yang telah ditentukan
terlebih dahulu dan telah disepakati bersama
Kinerja atau performance merupakan
aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas pokok yang dibebankan kepadanya
(King, 1993 : 19). Setiap orang yang memiliki jabatan atau pekerjaan tertentu
selalu terkait dengan sejumlah tugas dan tanggung jawab yang harus
dilakukannya. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab tersebut merupakan
pengekspresian seluruh potensi dan kemampuan yang dimiliki seseorang serta
menuntut adanya kepemilikan yang penuh dan menyeluruh (Whitmore, 1997: 104).
Dengan demikian munculnya kinerja seseorang merupakan akibat dari adanya suatu
pekerjaan atau tugas yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan
profesi dan job deskcription individu yang bersangkutan.
Dengan kata lain, kualitas kinerja
dosen dapat dilihat dari pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya sebagai dosen,
baik dalam bidang pendidikan dan pembelajaran, penelitian, maupun pengabdian
pada masyarakat. Studi Ace Suryani yang ditulis oleh Rahman Assegaf dalam
Artikel Swara Cendekia No. 5 Th. I (2005:1) menyebutkan bahwa kualitas kinerja
dosen dapat dianalisis dari lima indikator, yaitu :
a.
Kemampuan profesional (Professional Capacity) sebagaimana terukur dengan
ijasah, jenjang pendidikan, jabatan, golongan , dan pelatihan;
b.
Upaya profesional (professional effort) sebagaimana terukur dari kegiatan
mengajar, pengabdian dan penelitian;
c.
Waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional (teachers time)
sebagaimana terukur dari masa jabatan, pengalaman mengajar, dan lainnya;
d.
Kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya (link and match) sebagaimana
terukur dari mata pelajaran yang diampu;
e.
Tingkat kesejahteraan (Prosperiousity) sebagaimana terukur dari upah,
honor dan pengahsilan rutin lainnya.
4.
Menilai Konerja Dosen
Kinerja adalah catatan
hasil akhir setelah suatu pekerjaan atau aktivitas tertentu dilakukan selama
kurun waktu tertentu. Sedangkan evaluasi kinerja adalah penilaian secara
menyeluruh yang mencakup masukan (inputs), keluaran (outputs),
hasil (results), manfaat (benefits) dan dampak (impacts).
Komponen evaluasi kinerja digunakan sebagai ukuran pencapaian tujuan, yakni
efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan profitabilitas. Efektivitas adalah
keberhasilan pencapaian tujuan dengan tanpa memperhatikan besaran input.
Efisiensi adalah keberhasilan pencapaian tujuan dengan perbandingan output yang
lebih besar dari input. Produktivitas adalah pencapaian hasil akhir yang
diperoleh dalam proses produksi. Profitabilitas adalah besaran keuntungan yang
diperoleh dalam proses produksi. Berdasarkan keempat parameter tersebut, maka
yang kemudian menjadi fokus utama adalah meningkatkan produktivitas karena
lebih berorientasi pada produk.
Besar kecilnya
produktivitas ditentukan oleh faktor-faktor berikut, yaitu: knowledge
(pengetahuan), skills (keterampilan), abilities (kemampuan), attitude (sikap),
dan behaviors (perilaku). Kelima faktor ini terdapat pada UU no 14 tahun 2005
pasal 20 dan 60 sebagai kewajiban Guru maupun Dosen. Sebagai kewajiban, Guru
dan Dosen bertanggung jawab untuk melaksanakannya dalam tugas-tugas
sehari-hari. Namun yang menjadi kendala adalah ketiadaan bantuan dari institusi
pemerintah sehingga kewajiban-kewajiban tersebut dapat terwujud. Khusus untuk
kewajiban meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi
secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni. Wujud kegiatan tersebut bisa dilakukan dengan studi lanjut, mengikuti
pelatihan, dan workshop. Namun keterbatasan anggaran sering menjadi alasan
sehingga tidak bisa melaksanakan kewajiban tersebut. Kalaupun bisa, Guru atau
Dosen yang bersangkutan menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk
melakukan secara mandiri. Hal ini sering terjadi pada penelitian maupun
kegiatan pengabdian masyarakat pada dosen.
Kinerja dosen dinilai dari hasil kerja di
bidang pendidikan tinggi, bidang bimbingan, bidang penelitian, bidang
pengabdian, dan bidang administrasi. Untuk menghasilkan kinerja yang tinggi,
dosen harus menjalankan seluruh fungsinya dengan baik, tugas-tugas doesn dalam
menjalankan profesinya adalah mendidik, membimbing, meneliti, dan melakukan
pengabdian kepada masyarakat. Dengan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi
proses transformasi kepakaran, penggunaan teknologi pembelajaran, dan yang
didukung oleh Komitmen, Motivasi, dan Kesejahteraan diharapkan dapat mendapatkan
profil dosen sebagai penjamin mutu hasil belajar mahasiswa di perguruan tinggi.
Dengan diketahui profil dosen yang dapat meningkatkan kinerja, akan dapat
dilakukan perencanaan dan pengembangan sumber daya dosen ke arah peningkatan
kualitas lulusan dan kualitas perguruan tinggi.
B. PENGEMBANGAN SDM
1.
Hakekat Pengembangan SDM
Tenaga kerja yang bekerja pada organisasi atau
perusahaan harus menguasai pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya.
Untuk itu diperlukan suatu pembekalan agar tenaga kerja yang ada dapat lebih
menguasai dan ahli di bidangnya masing-masing serta meningkatkan kinerja yang
ada. Dengan begitu proses pengembangan dan evaluasi karyawan menjadi sangat
penting mulai dari karyawan pada tingkat rendah maupun yang tinggi, Richard A. Swanson
mengartikan: “ Pengembangan sumber daya manusia adalah
suatu proses pengembangan dan / atau melepaskan keahlian manusia
melalui pengembangan organisasi dan pelatihan personil
untuk tujuan meningkatkan
kinerja”.
Dalam tahap pengembangan sumber daya manusia ini terdapat dua aspek
kegiatan penting yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yakni kegiatan
pelatihan dan kegiatan pengembangan sumber daya manusia itu sendiri yang
dimaksudkan agar potensi yang dimiliki pegawai dapat digunakan secara efektif.
Kegiatan pelatihan dipandang sebagai awal yaitu dengan diadakannya proses
orientasi yang kemudian dilanjutkan secara berkelanjutan selama pegawai
tersebut berada di dalam organisasi.
CIDA (Canadian International Development Agency) seperti dikutip oleh
Effendi (1993) mengemukakan bahwa pengembangan sumber daya manusia menekankan
manusia baik sebagai alat (means) maupun sebagai tujuan akhir pembangunan.
Dalam jangka pendek, dapat diartikan sebagai pengembangan pendidikan dan
pelatihan untuk memenuhi segera tenaga ahli tehnik, kepemimpinan, tenaga
administrasi.
Pengertian di atas meletakan
manusia sebagai pelaku dan penerima pembangunan. Tindakan yang perlu dilakukan
dalam jangka pendek adalah memberikan pendidikan dan latihan untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja terampil. Dalam hal ini Effendi (1992) mengemukakan
bahwa meskipun unsur kesehatan dan gizi, kesempatan kerja, lingkungan hidup
yang sehat, pengembangan karir ditempat kerja, dan kehidupan politik yang bebas
termasuk pendukung dalam pengembangan sumber daya manusia, pendidikan dan
pelatihan merupakan unsur terpenting dalam pengembangannya.
Demikian pula Martoyo (1992) mengemukakan bahwa “ setiap organisasi apapun
bentuknya senantiasa akan berupaya dapat tercapainya tujuan organisasi yang
bersangkutan dengan efektif dan efisien ”. Efisiensi maupun efektivitas
organisasi sangat tergantung pada baik dan buruknya pengembangan sumber daya
manusia/anggota organisasi itu sendiri. Ini berarti bahwa sumber daya manusia
yang ada dalam organisasi tersebut secara proporsional harus diberikan
pendidikan dan latihan yang sebaik-baiknya, bahkan harus sesempurna mungkin.
Dari beberapa pendapat yang
telah dikemukan dapat disimpulkan bahwa pengembangan sumber daya manusia
meliputi : unsur kesehatan dan gizi, kesempatan kerja, lingkungan hidup sehat,
pengembangan karir ditempat kerja, kehidupan politik yang bebas, serta
pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan unsur-unsur tersebut, pendidikan dan
pelatihan merupakan unsur terpenting dalam pengembangan sumber daya manusia.
Pengembangan SDM
memiliki dua konsep. Pertama adalah konsep normative dan kedua konsep teknis.
Konsep normatif berkenaan dengan fungsi-fungsi dasar yang harus ada dalam
kehidupan manusia dan menjadi patokan ideal untuk pelaksanaan konsep yang lebih
implementatif (konsep teknis). Sedangkan yang kedua konsep teknis, adalah
berkaitan dengan implementasi konsep pertama yang bersifat conditioning dan
kasuistis. Manajemen pendidikan memasukkan pengembangan (development) sebagai
salah satu fungsi dalam manajemen SDM, adapun fungsi yang lain, adalah:
planning, recruitment, selection, induction, appraisal, conpetation,
continuity, security, bargaining, information (Castetter, 1981, 51). Tujuan
dari pengembangan adalah meningkatkan kinerja (performance) guna tercapainya
efisiensi, efektivitas dan gilirannya dapat meningkatkan produktivitas.
Dengan demikian
“pengembangan” adalah upaya sistematis untuk memberdayakan komponen SDM melalui
tindakan optimal terhadap factor-faktor pembentuk produktivitas kinerja
individu maupun kelompok. Hal tersebut selaras dengan pendapat Castetter
(1982:275) yang menyatakan pengembangan harus dipandang sebagai kegiatan untuk
meningkatkan kemampuan perseorangan agar lebih bertanggungjawab dalam system.
a.
Manfaat dan
Tujuan Pengembangan SDM
Tujuan pengembangan sumber
daya manusia menurut Martoyo (1992) adalah dapat ditingkatkannya kemampuan,
keterampilan dan sikap karyawan/anggota organisasi sehingga lebih efektif dan
efisien dalam mencapai sasaran-sasaran program ataupun tujuan organisasi.
Menurut Manullang (1980), tujuan pengembangan pegawai sebenarnya sama
dengan tujuan latihan pegawai. Sesungguhnya tujuan latihan atau tujuan
pengembangan pegawai yang efektif, adalah untuk memperoleh tiga hal yaitu : (1)
menambah pengetahuan; (2) menambah ketrampilan; (3) merubah sikap.
Sedangkan manfaat dan tujuan
dari kegiatan pengembangan sumber daya manusia menurut Schuler (1992), yaitu :
a)
Mengurangi dan menghilangkan kinerja yang buruk
Dalam hal ini kegiatan
pengembangan akan meningkatkan kinerja pegawai saat ini, yang dirasakan kurang
dapat bekerja secara efektif dan ditujukan untuk dapat mencapai efektivitas
kerja sebagaimana yang diharapkan oleh organisasi.
b)
Meningkatkan produktivitas
Dengan mengikuti kegiatan
pengembangan berarti pegawai juga memperoleh tambahan ketrampilan dan
pengetahuan baru yang bermanfaat bagi pelaksanaan pekerjaan mereka. Dengan
semikian diharapkan juga secara tidak langsung akan meningkatkan produktivitas
kerjanya.
c)
Meningkatkan fleksibilitas dari angkatan kerja
Dengan semakin banyaknya
ketrampilan yang dimiliki pegawai, maka akan lebih fleksibel dan mudah untuk
menyesuaikan diri dengan kemungkinan adanya perubahan yang terjadi dilingkungan
organisasi. Misalnya bila organisasi memerlukan pegawai dengan kualifikasi
tertentu, maka organisasi tidak perlu lagi menambah pegawai yang baru, oleh
Karena pegawai yang dimiliki sudah cukup memenuhi syarat untuk pekerjaan
tersebut.
d)
Meningkatkan komitmen karyawan
Dengan melalui kegiatan
pengembangan, pegawai diharapkan akan memiliki persepsi yang baik tentang
organisasi yang secara tidak langsung akan meningkatkan komitmen kerja pegawai
serta dapat memotivasi mereka untuk menampilkan kinerja yang baik.
e)
Mengurangi turn over dan absensi
Bahwa dengan semakin besarnya
komitmen pegawai terhadap organisasi akan memberikan dampak terhadap adanya
pengurangan tingkat turn over absensi. Dengan demikian juga berarti
meningkatkan produktivitas organisasi.
Jika disimak dari pendapat
para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pengembangan pegawai, pada umumnya
adalah sebagai berikut : a) Agar pegawai dapat melakukan pekerjaan lebih
efisien. b) Agar pengawasan lebih sedikit terhadap pegawai. c) Agar pegawai
lebih cepat berkembang. d) Menstabilisasi pegawai.
b.
Pendidikan dan Pelatihan
Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli yang berkenaan
dengan pendidikan dan pelatihan. Notoatmodjo (1992) mengemukakan bahwa
pendidikan dan pelatihan adalah merupakan upaya untuk pengembangan sumber daya
manusia, terutama untuk pengembangan aspek kemampuan intelektual dan kepribadian
manusia. Penggunaan istilah pendidikan dan pelatihan dalam suatu institusi atau
organisasi biasanya disatukan menjadi diklat (pendidikan dan pelatihan). Unit
yang menangani pendidikan dan pelatihan pegawai lazim disebut PUSDIKLAT (Pusat
pendidikan dan Pelatihan).
Simanjuntak mengemukakan
bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu faktor yang penting dalam
pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan dan pelatihan tidak saja menambah
pengetahuan, akan tetapi juga meningkatkan keterampilan bekerja, dengan
demikian meningkatkan produktivitas kerja.
Dari beberapa pengertian di
atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan sumber daya manusia dalam suatu
organisasi adalah upaya peningkatan kemampuan pegawai yang dalam penelitian ini
dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan dalam rangka mencapai tujuan
organisasi secara efisien dan efektif.
Selanjutnya ada yang
membedakan pengertian pendidikan dan pelatihan, antara lain Notoatmodjo.
Menurut Notoadmodjo (1992) pendidikan di dalam suatu organisasi adalah suatu
proses pengembangan kemampuan ke arah yang diinginkan oleh organisasi yang
bersangkutan. Sedang pelatihan merupakan bagian dari suatu proses pendidikan,
yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan khusus seseorang
atau kelompok orang.
Westerman dan Donoghue (1992) memberikan pengertian pelatihan sebagai
pengembangan secara sistimatis pola sikap/pengetahuan/keahlian yang diperlukan
oleh seseorang untuk melaksanakan tugas atau pekerjaannya secara memadai.
Sedangkan Latoirner seperti dikutip oleh Saksono (1993) mengemukakan bahwa para
pegawai dapat berkembang lebih pesat dan lebih baik serta bekerja lebih efisien
apabila sebelum bekerja mereka menerima latihan di bawah bimbingan dan
pengawasan seorang instruktur yang ahli.
c.
Strategi Pendidikan
dan Pelatihan
Ada dua strategi pendidikan / pelatihan yang dapat dilakukan organisasi,
yaitu pendidikan yang dilakukan didalam organisasi tempat kerja pegawai (on the
job training) dan pendidikan yang dilakukan diluar tempat kerja pegawai (off the
job training). Strategi atau Metode “on the job training” dilakukan oleh instansi kepada
pegawai dengan tetap bekerja sambil mengikuti pendidikan / pelatihan. Kegiatan
ini meliputi rotasi kerja dimana pegawai pada waktu tertentu melakukan suatu
rangkaian pekerjaan (job rotation). Pegawai secara internal dilatih dan
dibimbing oleh pegawai lain yang berkemampuan tinggi dan mempunyai kewenangan
melatih (Wilson,dkk,1983; Sloane dan Witney,1988).
Menurut Wilson (1983) ; Sloane dan Witney (1988) metode “off the job
training” di lakukan diluar tempat kerja pegawai. Pendidikan / latihan mengacu
pada simulasi pekerjaan yang sebenarnya. Tujuannya adalah untuk menghindarkan
tekanan-tekanan yang mungkin mempengaruhi jalannya proses belajar. Metode ini
dapat juga dilakukan didalam kelas dengan seminar, kuliah dengan pemutaran film
tentang pendidikan sumber daya manusia. “Job rotation” berkaitan dengan
pemindahan sementara seorang / sekelompok pegawai dari satu posisi ke posisi
lain, sehingga mereka dapat memperluas pengalaman terhadap berbagai aspek
operasional instansi. Aktivitas kerja berkaitan dengan pemberian tugas yang
penting kepada peserta pendidikan untuk mengembangkan pengalaman dan kecakapan.
Berdasarkan pembicaraan
mengenai pengembangan SDM di atas, maka dapat disimpulkan bahwa SDM merupakan
komponen terpenting dalam instansi / organisasi. Penggunaan mesin-mesin
berteknologi tinggi tidak bermakna tanpa SDM menjadi prioritas utama yang perlu
diperhatikan. Sumber daya manusia yang berkualitas akan mengelola instansi
dengan baik pula. Pengelolaan di sini adalah pengelolaan disemua bidang
pekerjaan, termasuk pelayanan dan perencanaan.
2.
Pengembangan Mutu Dosen
Pengembangan mutu dosen adalah suatu proses meningkatkan pengetahuan,
kemampuan, dan keterampilan dosen dalam melaksanakan tugas Tri Dharma Perguruan
Tinggi, sehingga tugas dan kewajibannya tersebut dapat dikerjakan secara
efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan pendidikan tinggi.
Pengembangan mutu dosen mutlak dilakukan sejak lembaga perguruan tinggi menetapkan
kebutuhan dosen, termasuk jumlah, kualifikasi dan penempatannya; menetapkan
kebijakan rekrutmen, menetapkan kebijakan seleksi. Selanjutnya pengembangan
mutu dosen dapat dilakukan dengan menetapkan kebijakan pengembangan bagi dosen
yang sudah direkrut dengan menyediakan sarana pendukung untuk pengembangan
secara mandiri, seperti akses internet ke situs-situs gratis, penyediaan
buku-buku dan jurnal-jurnal untuk pengembangan wawasan keilmuan, mengadakan
penilaian kerja sebagai bahan peningkatan gaji, menetapkan kebijakan untuk
pengembangan profesi dosen. Dan yang tak kalah pentingnya adalah menetapkan
kebijakan yang mendukung dosen untuk mendapatkan kesempatan beasiswa.
Sumberdaya manusia merupakan
salah satu faktor penentu dalam pengembangan lembaga Pendidikan Tinggi. Program
pengembangan Sumberdaya Manusia harus menjadi unsur paling penting dalam
pengembangan sebuah lembaga. Citra akademis suatu lembaga Pendidikan Tinggi akan
sangat ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia yang ada didalamnya, beserta
karya-karya keilmuan yang dihasilkan sebagai sumbangan untuk masyarakat maupun pengembangan
bidang ilmu masing-masing.
Pengembangan sumberdaya
manusia, khususnya karir dan prestasi, perlu direncanakan secara sistematis,
selaras dengan perjalanan institusi yang sesuai dengan prestasi dan minat
individual, serta memperhatikan peluang-peluang yang ada dalam lingkungan dan
bidang ilmu masing-masing.
Kenyataan menunjukkan bahwa
pengembangan karir dan prestasi jarang direncanakan secara sistematis, sehingga
seringkali hanya berkembang secara acak dan konsekuensinya pengembangan karir
dan prestasi sering tidak menempatkan sumberdaya manusia sesuai dengan kemampuannya.
Akhirnya tujuan lembaga maupun individu sulit atau bahkan tidak dapat tercapai.
Dalam proses mancapai tujuan
organisasi diperlukan standar pengukuran keberhasilan yang harus dicapai baik
oleh sumberdaya manusia secara individu maupun organisasi secara keseluruhan.
Dosen sebagai salah satu komponen sumberdaya manusia dalam lembaga pendidikan
tinggi perlu diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuannya. Penilaian kinerja
merupakan proses pengukuran kinerja dosen yang secara umum mencakup aspek
kualitatif maupun kuantitatif.
a.
Bentuk
Pengembangan Dosen
Pada dasarnya program
"pengembangan" didasari oleh prinsip terpenuhinya dua (2) harapan
pokok, yakni: (a) meningkatnya kontribusi individu selaras dengan harapan
manajemen universitas, (b) terpenuhinya kebutuhan dosen, kerja dan individual,
dari manajemen universitas. Jalinan simbiose conditio sine quanon dalam setiap
upaya pengembangan.
Pengembangan dalam
kaitan itu dapat diklarifikasikan ke dalam beberapa sub pengembangan, yaitu:
Pertama,
pengembangan kompentensi, berhu-bungan dengan peningkatan kemampuan: menguasai
bahan, mengelola program pembelajaran, memilih dan menngunakan media dan sumber
belajar, menguasai landasan kependidikan, mengelola kelas, mengelola interaksi
pembelajaran, menilai prestasi hasil pembelajaran, melaksanakan fungsi dan
program bimbingan dan penyuluhan, menyelenggarakan administrasi pendidikan,
memahami prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan untuk
pembelajaran, mengembangkan pengetahuan dengan metoda ilmiah, mempublikasikan
dan menerapkan pengetahuan, dan mengembangkan diri. Upaya yang didapat
dilakukan untuk itu, antara lain: Asistensi (Assistenships), Pertemuan
dosen (Lectures Confrences), Seminar (Seminars), Bimbingan
diskusi (Guided discussions), Lokakarya, Program Intruksional (Programmed
Inntructions), Tugas khusus (Special Assignments), Pelatihan (coaching),
Proyek penelitian (Research Projects), Kursus (Courses), dan lain
sebagainya.
Kedua,
pengembangan disiplin kerja, diarahkan pada konsistensi individu dalam
memahami, menghayati, melaksanakan, dan memasyarakatkan ketentuan berprilaku
dalam sistem kelembagaan. Pensosialisasian berbagai ketentuan dan aturan
mengenai disiplin harus dilakukan. Ketentuan yang tidak diketahui sering
menyebabkan pelanggaran atas disiplin kerja dosen. Misal, beban tugas dalam
bentuk satuan kredit semester (SKS) dalam prakteknya belum banyak dipahami
baiok oleh pimpinan maupun dosen. Sering dipertanyakan, bila tidak datang ke
kampus karena mengadakan bimbingan skripsi di rumah, apakah termasuk
pelanggaran disiplin ? ataumembimbing skripsi haruskah selalu di kampus ?, bila
ya, adalah fasilitas yang memadai untuk terjadinya interaksi yang baik dalam
proses bimbingan itu. Dalam prakteknya sebagai PTS belum mampu memberikan
fasilitas yang memadai untuk kegiatan perkuliahan sekalipun, apalagiuntuk
kegiatan diluar itu, walau masih dalamkerangka kegiatan akademis.
Ketiga,
pengembangan semangat kerja, memiliki karakteristik yang berlainan dengan
pengembangan disiplin kerja. Semangat kerja berkaitan dengan ketulusan hati
harena adanya kepuasan kerja sebagai akibat terpenuhinya kebutuhan dasar dari
pekerjaan yang dilakukan. Kehadiran, kelambanan, antusisme, kerjasama merupakan
indikator-indikator penting untuk mengukur semangat kerja.
Keempat,
pengembangan karir dan kesejahteraan, pengembangan ini sangat dibutuhkan dalam
mendukung usaha-usaha pengembangan sebelumnya. Pengembangan ini memiliki fungsi
pemeliharaan atas upaya-upaya yang dilakukan dalam pengembangan-pengembangan
sebelumnya.
Keberhasilan
pengembangan SDM dosen sangat tergantung sinergi dari unit yang ada dalam
struktur internal perguruan tinggi, yang terakomodasi dalam suatu tatanan
kendali sistem manajemen yang ter-sentralize dimana setiap unit memiliki
komitmen yang kuat untuk mendukungnya.
C. SISTEM KOMPENSASI
1.
Hakekat
Kompensasi
Seorang yang bekerja atau
memberikan kontribusi terhadap organisasi berupa badan usaha, Lembaga,
instansi, dan lain sebagainya, berhak memperoleh kompensasi, Hasibuan
(1990:133) mengartikan “kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang
atau barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan
atas jasa yang diberikan kepada perusahaan”. Menurut Tohardi (2002:411),
“kompensasi kerja adalah segala sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai
balas jasa untuk kerja mereka”. Kompensasi kerja merujuk pada semua bentuk upah
atau imbalan yang berlaku bagi dan muncul dari pekerjaan mereka, dan mempunyai
dua komponen yaitu ada pembayaran keuangan langsung dalam bentuk upah, gaji,
insentif, komisi, dan bonus, dan ada pembayaran tidak langsung dalam bentuk
tunjangan keuangan seperti asuransi dan uang liburan.
Pada dasarnya manusia bekerja juga ingin memeroleh
uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itulah seorang karyawan mulai menghargai
kerja keras dan semakin menunjukkan loyalitas terhadap perusahaan dan karena
itulah perusahaan memberikan penghargaan terhadap prestasi kerja karyawan yaitu
dengan jalan memberikan kompensasi. Salah satu cara manajemen untuk
meningkatkan prestasi kerja, memotivasi dan meningkatkan kinerja para karyawan
adalah melalui kompensasi (Mathis dan Jackson, 2000).
Hani Handoko (1993) menyatakan bahwa kompensasi
penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan
ukuran karya mereka diantara para karyawan itu sendiri, keluarga dan
masyarakat. Kompensasi acapkali juga disebut penghargaan dan dapat
didefinisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan
sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi
(Mutiara S. Panggabean, 2002).
Selain itu dalam buku Malayu S.P. Hasibuan (2002)
terdapat beberapa pengertian kompensasi dari beberapa tokoh yaitu :
1. Menurut William B. Werther dan Keith
Davis kompensasi adalah apa yang seorang pekerja terima sebagai balasan dari
pekerjaan yang diberikannya. Baik upah per jam ataupun gaji periodic didesain
dan dikelola oleh bagian personalia.
2. Menurut Andrew F. Sikula kompensasi
adalah segala sesuatu yang dikonstitusikan atau dianggap segai suatu balas jasa
atau ekuivalen.
Pengertian kompensasi juga terdapat pada berbagai
literatur yang dikemukakan oleh beberapa pakar, antara lain:
1. Menurut Bejo Siswanto (2003)
kompensasi merupakan istilah luas yang berkaitan dengan imbalan-imbalan
finansial yang diterima oleh orang-orang melalui hubungan kepegawaian mereka
dengan organisasi.
2. Menurut Dessler (1997) kompensasi karyawan
adalah setiap bentuk pembayaran atau imbalan yang diberikan kepada karyawan dan
timbul dari dipekerjakannya karyawan itu.
3. Menurut Hani Handoko (1993)
kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa
untuk kerja mereka.
a.
Jenis-jenis Kompensasi
Kompensasi yang diberikan oleh organisasi kepada
para pekerjanya terdapat dalam beberapa bentuk. Menurut Gary Dessler kompensasi mempunyai tiga komponen sebagai berikut:
(1) Pembayaran uang secara langsung (direct financial payment)
dalam bentuk gaji,
dan intensif atau bonus/komisi. (2) Pembayaran tidak langsung (indirect payment) dalam
bentuk tunjangan dan asuransi
dan (3) Ganjaran non
finansial (non financial rewards) seperti jam kerja yang luwes dan kantor yang bergengsi.
Menurut Mondy dan Noe (1993: 320) “kompensasi dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kompensasi finansial dan kompensasi non
financial”. Kompensasi finansial terdiri dari kompensasi finansial langsung
(direct financial compensation) dan kompensasi finansial tidak langsung (indirect
financial compensation). Kompensasi finansial langsung terdiri dari gaji,
upah, bonus dan komisi. Sedangkan kompensasi finansial tidak langsung disebut
juga dengan tunjangan, yakni meliputi semua imbalan finansial yang tidak tercakup
dalam kompensasi langsung. Sedangkan kompensasi non finansial (nonfinancial
compensation) terdiri dari kepuasan yang diterima baik dari pekerjaan itu
sendiri, seperti tanggung jawab, peluang akan pengakuan, peluang adanya
promosi, atau dari lingkungan psikologis dan atau fisik dimana orang tersebut
berada, seperti rekan kerja yang menyenangkan, kebijakan-kebijakan yang sehat,
adanya kafetaria , sharing pekerjaan, minggu kerja yang dipadatkan dan
adanya waktu luang. Dengan demikian kompensasi tidak hanya berkaitan dengan
imbalan-imbalan moneter (ekstrinsik) saja, akan tetapi juga pada tujuan
dan imbalan intrinsik organisasi seperti pengakuan, maupun kesempatan promosi.
Sedangkan Michael dan Harold (1993 : 443) “membagi
kompensasi dalam tiga bentuk, yaitu material, sosial dan aktivitas”. Bentuk kompensasi material tidak
hanya berbentuk uang, seperti gaji, bonus, dan komisi, melainkan segala bentuk
penguat fisik (phisical reinforcer), misalnya fasilitas parkir, telepon
dan ruang kantor yang nyaman, serta berbagai macam bentuk tunjangan misalnya
pensiun, asuransi kesehatan. Kompensasi sosial berhubungan erat
dengan kebutuhan berinteraksi dengan orang lain. Bentuk kompensasi ini misalnya
status, pengakuan sebagai ahli di bidangnya, penghargaan atas prestasi, promosi,
kepastian masa jabatan, rekreasi, pembentukan kelompok-kelompok pengambilan
keputusan, dan kelompok khusus yang dibentuk untuk memecahkan permasalahan
perusahaan. Sedangkan kompensasi aktivitas merupakan kompensasi yang
mampu mengkompensasikan aspek-aspek pekerjaan yang tidak disukainya dengan
memberikan kesempatan untuk melakukan aktivitas tertentu. Bentuk kompensasi
aktivitas dapat berupa “kekuasaan” yang dimiliki seorang karyawan untuk
melakukan aktivitas di luar pekerjaan rutinnya sehingga tidak timbul kebosanan
kerja, pendelegasian wewenang, tanggung jawab (otonomi), partisipasi
dalam pengambilan keputusan, serta training pengembangan kepribadian.
Ketiga bentuk kompensasi tersebut akan dapat
memotivasi karyawan baik dalam pengawasan, prestasi kerja maupun komitmen
terhadap perusahaan. Dalam pemberian kompensasi tersebut, tingkat atau besarnya
kompensasi harus benar-benar diperhatikan karena tingkat kompensasi akan
menentukan gaya hidup, harga diri, dan nilai perusahaan. Kompensasi mempunyai
pengaruh yang besar dalam penarikan karyawan, motivasi, produktivitas, dan
tingkat perputaran karyawan. (Benardin dan Russel, 1993 : 373)
b.
Tujuan Diadakan Pemberian Kompensasi
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2002), tujuan pemberian
kompensasi (balas jasa) antara lain adalah:
1. Ikatan Kerja Sama
Dengan pemberian kompensasi terjalinlah
ikatan kerja sama formal antara majikan dengan karyawan. Karyawan harus
mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha/majikan wajib
membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
2. Kepuasan Kerja
Dengan balas jasa, karyawan akan dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga
memperoleh kepuasan kerja darijabatannya.
3. Pengadaan Efektif
Jika program kompensasi ditetapkan cukup
besar, pengadaan karyawan yang qualified
untuk
perusahaan akan lebih mudah.
4. Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup
besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya.
5. Stabilitas Karyawan
Dengan program kompensasi atas prinsip
adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompentatif maka stabilitas
karyawan lebih terjamin karena turn-over
relatif
kecil.
6. Disiplin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup
besar maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari serta mentaati
peraturan-peraturan yang berlaku.
7. Pengaruh Serikat Buruh
Dengan program kompensasi yang baik
pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada
pekerjaannya.
8. Pengaruh Pemerintah
Jika program kompensasi sesuai dengan
undang-undang perburuhan yang berlaku (seperti batas upah minimum) maka
intervensi pemerintah dapat dihindarkan.
c.
Kompensasi Dosen
Sebagaimana halnya pegawai pada berbagai organisasi, seorang dosen
bekerja didorong oleh motivasi pemenuhun hidup. Berdasarkan pemukiran itu, maka
kompensasi sebagai imbal jasa atas kontribusi para dosen terhadap lembaga
selaknya diberikan dalam bentuk bervariasi sesuai dengan variasi kebutuhan
manusia pada umumnya.
Pemerintah telah memberikan rambu-rambu mengenai
bentuk-bentuk kompensasi yang secara umum diterima oleh seorang dosen, yaitu
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37 Tahun 2009 Tentang DOSEN
Bab III. Dalam Bab III Pasal 8-10 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.
37 Tahun 2009, dinyatakan bahwa:
Bagian Kesatu -
Tunjangan Profesi
Pasal 8
(1) Tunjangan profesi diberikan kepada dosen yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.
memiliki
sertifikat pendidik yang telah diberi nomor registrasi dosen oleh Departemen;
b.
melaksanakan
tridharma perguruan tinggi dengan beban kerja paling sedikit sepadan dengan 12
(dua belas) SKS dan paling banyak 16 (enam belas) SKS pada setiap semester
sesuai dengan kualifikasi akademiknya dengan ketentuan:
1)
beban
kerja pendidikan dan penelitian paling sedikit sepadan dengan 9 (sembilan) SKS
yang dilaksanakan di perguruan tinggi yang bersangkutan; dan
2)
beban
kerja pengabdian kepada masyarakat dapat
dilaksanakan melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan
oleh perguruan inggi yang bersangkutan atau melalui lembaga lain;
c.
tidak terikat
sebagai tenaga tetap pada lembaga lain di luar satuan pendidikan tinggi tempat
yang bersangkutan bertugas;
d.
terdaftar
pada Departemen sebagai dosen tetap; dan
e.
berusia
paling tinggi:
1) 65 (enam puluh lima) tahun; atau
2) 70 (tujuh puluh) tahun
bagi dosen dengan jabatan profesor yang mendapat perpanjangan masa tugas sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dosen tetap yang mendapat penugasan sebagai
pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan sampai dengan tingkat jurusan tetap
memperolah tunjangan profesi sepanjang yang bersangkutan melaksanakan darma
pendidikan paling sedikit sepadan dengan 3 (tiga) SKS di perguruan tinggi yang
bersangkutan.
Bagian Kedua-
Tunjangan Khusus
Pasal 9
(1)
Dosen
yang diangkat oleh Pemerintah atau penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan masyarakat dan ditugaskan oleh
Pemerintah pada perguruan tinggi
di daerah khusus berhak memperoleh tunjangan
khusus yang ditanggung oleh Pemerintah.
Bagian Ketiga -
Tunjangan Kehormatan
Pasal 10
(1)
Pemerintah
memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang diangkat oleh
penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan
tinggi setara 2 (dua) kali gaji pokok profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa
kerja, dan kualifikasi yang sama.
(2)
Tunjangan
kehormatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan kepada profesor yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.
memiliki
sertifikat pendidik yang telah diberi nomor registrasi dosen oleh Departemen;
b.
melaksanakan
tridharma perguruan tinggi dengan beban kerja paling sedikit sepadan dengan 12
(dua belas) SKS dan paling banyak 16 (enam belas) SKS pada setiap semester
sesuai dengan kualifikasi akademiknya dengan ketentuan:
1)
beban
kerja pendidikan dan penelitian paling sedikit sepadan dengan 9 (sembilan) SKS
yang dilaksanakan di perguruan tinggi yang bersangkutan; dan
2)
beban
kerja pengabdian kepada masyarakat dapat
dilaksanakan melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan
oleh perguruan tinggi yang bersangkutan atau melalui lembaga lain;
c.
tidak
terikat sebagai tenaga tetap pada lembaga lain di luar satuan pendidikan tinggi
tempat yang bersangkutan bertugas;
d.
terdaftar
pada Departemen sebagai dosen tetap; dan
e.
berusia
paling tinggi:
1)
65
(enam puluh lima) tahun; atau
2)
70 (tujuh
puluh) tahun bagi dosen dengan jabatan profesor yang mendapat perpanjangan masa
tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Profesor
yang mendapat penugasan sebagai pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan
sampai dengan tingkat jurusan, program studi, atau nama lain yang sejenis, memperoleh tunjangan kehormatan sepanjang yang
bersangkutan melaksanakan dharma pendidikan paling sedikit sepadan dengan 3
(tiga) SKS di perguruan tinggi yang bersangkutan.
Dengan
hadirnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37 Tahun
2009, maka hak seorang dosen setelah melaksanakan tugasnya lebih jelas dan
terlindungi, sehingga mereka merasa puas dan senantiasa termotivasi untuk
menunjukkan kinerja terbaik kepada mahasiswanya.
KESIMPULAN
Human resource planning
merupakan perencanaan Sumberdaya Manusia yang melibatkan pemenuhan kebutuhan
akan personel pada saat ini dan masa datang, dalam konteks ini pimpinan perlu
melakukan analisis tujuan pekerjaan syarat-syarat pekerjaan serta ketersediaan
personil. Recruitment adalah upaya pemenuhan personil melalui pencarian
personil yang sesuai dengan kebutuhan dengan mengacu pada rencana Sumber Daya
Manusia yang telah ditentukan. Kemudian dari pendaptar yang diperoleh dalam rekrutmen,
dilakukanlah selection untuk menentukan persenonil yang kompeten sesuai dengan
persyaratan pekerjaan yang ditetapkan.
Apabila Personil yang
dibutuhkan telah diperoleh, maka langkah Manajemen Sumber Daya Manusia yang
amat diperlukan adalah Professional development atau pengembangan profesional
yang merupakan upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kompetensi personil
agar dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi kepentingan organisasi.
Dalam hubungan ini maka diperlukan upaya untuk melakukan penilaian kinerja
(performance appraisal) sebagai upaya untuk memahami bagaimana kondisi kinerja
personil dalam organisasi yang amat diperlukan dalam menentukan kebijakan
kompensasi (compensation) serta pengembangan karir personil.
Perguruan Tinggi perlu mengadakan penilaian kinerja
yang mengacu pada Tri Dharma Perguruan Tinggi, karena dengan memasukkan
unsur-unsur yang terdapat di dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam penilaian
kinerja dosen. Yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penilaian kinerja ini
ialah kontrol dari pihak penilai/manajemen perguruan tinggi. Selain kontrol,
keterbukaan dalam sistem penilaian akan membuat dosen merasa dihargai dan
mereka dapat menetapkan target masing-masing. Keterbukaan dan objektivitas akan
meningkatkan kepuasan kerja dan akhirnya akan mempengaruhi prestasi perguruan
tinggi secara keseluruhan.
Adanya transformasi peran SDM dari Profesional menjadi strategic menuntut
adanya pengembangan SDM berbasis kompetensi agar kontribusi kinerja SDM
terhadap organisasi menjadi jelas dan terukur, mengingat program pengembangan
SDM adalah program yang berkesinambungan maka dalam pelaksanaannya diperlukan
proses pembelajaran yang berkelanjutan agar dapat mendukung keberhasilan
peningkatan kinerja organisasi.
Kompetensi merupakan salah satu unsure penentu upaya peningkatan kinerja
organisasi dan penyediaan tenaga kerja yang memberikan perspektif yang lebih
tajam dan spesifik terhadap pekerja dan pekerjaannya. Peningkatan kinerja SDM
yang pertama dengan memperbaiki system dan lingkungan kerja sedang yang kedua
melalui pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensinya. Pendidikan
dan Pelatihan Berbasis Kompetensi (PPKB) adalah system pendidikan dan pelatihan
yang menawarkan upaya peningkatan kinerja SDM dan organisasi melalui kompetensi
yang dapat menciptakan karyawan dengan kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan
dan persyaratan pekerjaan. Upaya pengembangan SDM melalui PPKB hendaknya
diperlukan dukungan dan pertimbangan-pertimbangan seperti:
1.
Komitmen yang tinggi dari manajemen dan penyediaan
anggaran atas pembinaan SDM yang berkesinambungan.
2.
Terpeliharannya keselarasan antara kebutuhan
pendidikan dan pelatihan dan kebutuhan organisasi.
3.
Seleksi peserta didik dan latih, professionalism
instruktur, metode, sarana dan prasarana yang memadai dapat mendukung
pengembangan SDM
Pengembangan SDM yang berbasis kompetensi dapat membantu organisasi
memiliki manajer yang dapat melaksanakan kepemimpinannya dengan tepat dan akan
memiliki pegawai yang mengetahui apa yang seharusnya dilakukan untuk
keberhasilan organisasi. Akhirnya, kompetensi apa yang seharusnya dimiliki dan
dikembangkan oleh organisasi terhadap anggotanya sepenuhnya tergantung dari
visi dan misi organisasi yang bersangkutan denag tetap melihat budaya
organisasi.
Sebuah perusahaan atau
organisasi wajib menerapkan kompensasi yang adil. Dimana kompensasi tersebut
dapat memicu karyawan atau tenaga kerja melaksanakan tugasnya dan menghasilkan
laba yang ditargetkan.
Agar sistem kompensasi efektif, harus memenuhi tujuh kriteria dibawah ini:
1. Mencukupi (memenuhi
ketentuan minimum pemerintah, serikat kerja dna peringkat manajemen)
2. Adil ( setiap orang
diberi kompensasi selaras dengan jumlah usaha yang dicurahkan , kemampuan
,pelatihan, dan sebagainya
3. Imbang
( jumlah gaji, tunjangan, dan lainnyaimbang)
4. Efektif
dari segi biaya (gaji harus sepadan dengan kemampuan perusahaan )
5.
Memenuhi kebutuhan orang
6.
Memotivasi orang untuk bekerja dengan efektif dan meningkatkan produktivitas
7. Dapat
dimengerti oleh tenaga kerja.
Kompensasi dengan sistem yang baik dan
adil memberikan kontribusi besar dalam perkembangan perusahaan karena dengan
kompensasi yang adil membuat para manager mengejar target untuk mengembangkan
perusahaan atau organisasi. Sehingga pengendalian managemen ikut berpengaruh
dalam masalah kompensasi ini dengan mengejar prestasi yang mereka harapkan
sehingga memicu ketatnya persaingan. Para individu cenderung lebih termotivasi
oleh insentif positif daripada insentif negatif sehingga sistem pengendalian
manajemen akan berjalan dan berhubungan jika kompensasi berorientasi pada
insentif positif.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
Dessler Garry. 2000. Human Resource
Management, 8th edition. Upper Saddle River New Jersey: Prentice Hall,Inc.
M
Suyanto. 2008. Muhammad Business Strategy And Ethics. Yogyakarta: Andi Offset.
Dr. Haryadi,
SE., M.Sc. _____. Meningkatkan Kinerja
Dosen. Lembah Manah. ISBN : 978-602-95150-9-1
Wood, Jack & Joseph Wallace & Rachid
M. Zeffane. 2001. Organizational
Behavior a Global Perspectives. Australia: John Willey & Sons.
Bernardin, H. John & Joyce E. A.
Russell. 1993. Human Resource
Management. Singapore: McGraw Hill Inc.
Koontz, Harold & Cyril O’Donnel
& Heinz Weihrich. _____. Manajemen.
Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Gomes, Faustino Cardoso. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Robert L. Mathis
dan John H. Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama, Jilid
2. Jakarta: Salemba Empat
Dessler, Gary.
2000. Human Resource Management
8th Edition. New Jersey:
Prentice-Hall,
Inc.
Hasibuan, Malayu S.P. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.
John M
Ivancevich, Robert Konopaske & Michael T Matteson. 2005. Organizational
Behavior And Management, Seventh Edition. The McGraw-Hill Companies (Hal.231).
ARTIKEL
Heru
Kurnianto. 2009. “ Penilaian Kinerja Karyawan Berdasarkan Definisi, Tujuan, dan
Manfaat “http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/04/penilaian-kinerja-karyawan-definisi.html, Diakses Tanggal 10 Maret 2010.
Swanson, Richard A. ____.
“Human
Resource Development: Performance Is the Key.”
Lilik Huriyah.
2009. “Manajemen Pengembangan Mutu Dosen Dalam Peningkatan Hasil Belajar
Mahasiswa” Artikel Lentera, No. 14 Vol 8
Drs. Herlan Suherlan, MM. ____. “Pengaruh
Program Pengembangan Karir dan Motivasi
Kerja Terhadap Kinerja Karyawan” Jurnal Pariwisata – STP Bandung.
_____________. “Pengembangan
Kinerja Menuju Produktivitas (Telaah Masalah Sumber Daya Dosen PTS)” Jurnal –
KOPERTIS Wilayah 4 JABAR & Banten.
Endah Setyowati. _____. “Pengembangan SDM Berbasis Kompetensi : Solusi
Untuk Meningkatkan Kinerja Organisasi”.
Yasnimar Ilyas & Amin Zuhairi. 2004. “Pengembangan
Sistem Penilaian Kinerja Sumber Daya Manusia Pada Institusi Pendidikan Tinggi
Jarak Jauh” Jurnal Pendidikan Terbuka
dan Jarak Jauh, Vol. 5, No.1, pp. 1-18.
Keke T.
Aritonang, M.Pd. 2005. “Kompensasi
Kerja, Disiplin Kerja Guru dan Kinerja Guru SMP Kristen BPK Penabur Jakarta” Jurnal
Pendidikan Penabur - No.04.
Habib. 2010. “Pengaruh
Kompensasi Terhadap Realisasi Produk Pada PT. Kosmetikatama Super Indah Malang”
Artikel SDM.
Johana
Halim, SE. 2008. “Hubungan Sistem Kompensasi Karyawan Dengan Efektivitas
Pengendalian Manajemen Perusahaan” Artikel Sistem Pengendalian Manajemen.
S. Pantja Djati
dan M Khusaini. 2003. “Kajian Terhadap Kepuasan Kompensasi, Komitmen
Organisasi, Dan Prestasi Kerja” Jurnal
Manajemen & Kewirausahaan Vol. 5, No. 1.
Putri
Apriliatin, Harlina Nurtjahjanti, S.Psi., M.Si, Ahmad Mujab M., S.Psi. _____. “Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kompensasi Dengan
Disiplin Kerja Awak PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi V Di
Lingkungan Stasiun Besar Purwokerto” Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Dipenogoro.
Yasinta. 2008. “Sistem
Insentif dan Pembayaran”.
Muhammad Anas.
2010. “Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Pada Kantor Balai Perbenihan Tanaman
Hutan Sulawesi” Jurnal Hipotesis, Universitas Sawerigading Makassar .
Mundarti. 2007. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dosen Dalam
Melaksanakan Proses Belajar Mengajar” Tesis Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
UNDIP.
Sambas. 2009. “Study
Comparatives Control Of The Teachers’ Competency By Students Based On
Background And Channel School Students Entering New Revenues” Artikel
Manajemen.
Genoveva dan
Elisabeth Vita M. ____. “Menyusun Sistem Penilaian Kinerja Dosen yang Mendukung
Tri Dharma Perguruan Tinggi” Artikel SDM STIE IBII Jakarta.
Kusnan. _____. “Urgensi
Supervisi Akademik Bagi Dosen Di Institusi Pendidikan Tinggi”.
KEBIJAKAN:
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37 Tahun 2009 Tentang DOSEN.
Undang-undang No. 14 tahun 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN
0 komentar:
Posting Komentar