Breaking News
Loading...
Rabu, 09 Oktober 2013

Info Post


RASIONAL


Salah satu bidang penting dalam Administrasi/Manajemen Pendidikan adalah berkaitan dengan Personil/Sumberdaya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan, baik itu Pendidik seperti guru maupun tenaga Kependidikan seperti tenaga Administratif. Intensitas dunia pendidikan berhubungan dengan manusia dapat dipandang sebagai suatu perbedaan penting antara lembaga pendidikan/organisasi sekolah dengan organisasi lainnya, ini sejalan dengan pernyataan Sergiovanni, et.al (1987:134) yang menyatakan bahwa:
”Perhaps the most critical difference between the school and most other organization is the human intensity that characterize its work. School are human organization in the sense that their products are human and their processes require the sosializing of humans”

Hal tersebut menunjukan bahwa masalah sumberdaya manusia menjadi hal yang sangat dominan dalam proses pendidikan/pembelajaran, hal ini juga berarti bahwa mengelola sumberdaya manusia merupakan bidang yang sangat penting dalam melaksanakan proses pendidikan/pembelajaran di sekolah.
Sumberdaya manusia dalam konteks manajemen adalah ”people who are ready, willing, and able to contribute to organizational goals (Wherther and Davis, 1993:635). Oleh karena itu Sumberdaya Manusia dalam suatu organisasi termasuk organisasi pendidikan memerlukan pengelolaan dan pengembangan yang baik dalam upaya meningkatkan kinerja mereka agar dapat memberi sumbangan bagi pencapaian tujuan. Meningkatnya kinerja Sumber Daya Manusia akan berdampak pada semakin baiknya kinerja organisasi dalam menjalankan perannya di masyarakat.
Meningkatkan kinerja Sumber Daya Manusia memerlukan pengelolaan yang sistematis dan terarah, agar proses pencapaian tujuan organisasi dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Ini berarti bahwa manajemen Sumber Daya Manusia merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan perusahaan, besar atau kecil, apapun jenis industrinya (Schuller and Jackson, 1997:32), aspek Manajemen Sumberdaya Manusia menduduki posisi penting dalam suatu perusahaan/organisasi karena setiap organisasi terbentuk oleh orang-orang, menggunakan jasa mereka, mengembangkan keterampilan mereka, mendorong mereka untuk berkinerja tinggi, dan menjamin mereka untuk terus memelihara komitmen pada organisasi merupakan faktor yang sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi (De Cenzo&Robbin, 1999:8). Menurut Barney (Bagasatwa,(ed),2006:12) sistem Sumber Daya Manusia dapat mendukung keunggulan kompetitif secara terus menerus melalui pengembangan kompetensi SDM dalam organisasi.
Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset utama suatu organisasi, baik organisasi bisnis maupun organisasi nirlaba. Masa depan dan kelestarian suatu organisasi tergantung pada pengetahuan, keterampilan dan kompetensi SDM, serta sinergi antara SDM sebagai penggerak organisasi dan pengelolaan yang efektif sumber daya lainnya yang ada dalam organisasi tersebut. SDM merupakan aset yang paling pelik untuk dikelola karena keunikan individu, perbedaan kompetensi, kualifikasi, keahlian serta latar belakang SDM yang menjadi bagian dari suatu organisasi. Perhatian yang sungguh-sungguh terhadap SDM dalam suatu organisasi makin meningkat karena produktivitas suatu organisasi banyak ditentukan oleh kinerja SDMnya.
Era globalisasi saat ini menghendaki setiap negara untuk bekerja lebih efektif dan efisien untuk meningkatkan daya saing. Peningkatan kualitas dan produktivitas kerja menjadi tuntutan dunia bisnis dan industri maupun organisasi nirlaba agar produk dan jasa yang dihasilkannya mampu bersaing secara regional maupun global. Tuntutan perubahan budaya kerja ini juga dihadapi organisasi yang bergerak dalam bidang jasa pendidikan, termasuk pendidikan tinggi swasta (PTS).

Dalam rangka mencapai visi, misi dan tujuan pendidikan yang telah ditetapakan bersama oleh sekolah, diperlukan kondisi sekolah yang kondusif dan keharmonisan antara tenaga pendidik yang ada disekolah antara lain, Kepala sekolah, guru, tenaga administrasi, yang masing-masing mempunyai peran yang cukup besar dalam mencapai tujuan pendidikan.
Tenaga dosen salah satu tenaga kependidikan yang mempunyai peran sebagai faktor penentu keberhasilan tujuan organisasi selain tenaga kependidikan lainnya, karena dosen yang langsung bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang muaranya akan menghasilkan tamamatan yang diharapkan. Untuk itu kinerja dosen harus selalu ditingkatkan.
Upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja itu biasanya dilakukan dengan cara memberikan balas jasa (kompensasi), memberikan motivasi, meningkatkan kemampuan, gaya kepemimpinan yang baik. Sementara kinerja dosen dapat ditingkatkan apabila kompensasi diberikan tepat waktunya, dan pihak manajemen sekolah bisa mengetahui apa yang diharapkan dan kapan bisa harapan-harapan diakui terhadap hasil kerjanya.
Kinerja dosen atau prestasi kerja merupakan hasil yang dicapai oleh dosen dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu. Kinerja baik jika dosen telah melaksanakan unsur-unsur yang terdiri komitmen yang tinggi pada tugas mengajar, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran, kedisiplinan dalam mengajar dan kreatifitas dalam melaksanakan pengajaran serta tujuan lainnya seperti penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang sering disebut Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Dengan demikian membaiknya keadaan social ekonomi masyarakat dan pendidikan yang bertambah tinggi, serta pengetahuan masyarakat yang terus meningkat, mengakibatkan sistem nilai juga bertambah, yang mengakibatkan masyarakat makin menuntut pendidikan yang bermutu dan memuaskan.
Pemberian kompensasi tehadap dosen adalah sebagai pendorong yang dapat memotivasi guru untuk lebih bekerja keras secara efektif. Kompensasi terkait erat dengan kinerja dosen. Terdapat timbal balik dua arah antara pemberian kompensasi dengan kinerja. Kompensasi diberikan karena adanya kinerja yang baik dan diberikan untuk lebih meningkatkan kinerja lagi dimasa mendatang.
Motivasi yang diberikan dapat berupa kompensasi baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung, sehingga kemauan, kemampuan dan semangat kerja dosen akan meningkat dengan sendirinya. Dorongan dan semangat ini agar para dosen memahami serta sadar akan tugas dan kewajiban yang harus ia lakukan setelah kepala sekolah menetapkan target dan sasaran serta tugas-tugas setiap pekerjaan.
Dari Uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun makalah tentang “ Pengaruh Pengembangan SDM dan Sistem Kompensasi Terhadap Kinerja Dosen. ”


KAJIAN TEORITIS

A.      KINERJA
Karyawan sebagai bagian penting suatu organisasi/perusahaan memegang peranan sangat menentukan dalam usaha mencapai tujuan perusahaan. Oleh karenanya perhatian perusahaan terhadap masalah ini menjadi sangat penting, karena kinerja karyawan yang buruk akan berdampak buruk pula terhadap usaha mencapai tujuan perusahaan.
1.        Hakekat Kinerja
Kinerja adalah istilah yang populer di dalam manajemen, yang mana istilah kinerja didefinisikan dengan istilah hasil kerja, prestasi kerja dan performance. Menurut The Sriber Bantam English Dictionary terbitan Amerika Serikat dan Canada, tahun 1979 (dalam Prawirosentono, 1999:1-2) “to perform“ mempunyai beberapa “entries” berikut: (1) to do or Carry out; executive, (2) to discharge or fulfill, as a vow, (3) to party, as a character in a play, (4) to render by the voice or musical instrument, (5) to execute or complete on undertaking, (6) to act a part in a play, (7) to perform music, (8) to do what is expected of person or machine.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia dikemukakan arti kinerja sebagai  “(1) sesuatu yang dicapai; (2) prestasi yang diperlihatkan; (3) kemampuan kerja”. Menurut Fattah (1999:19) kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai: ”ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu”. Sementara menurut Sedarmayanti (2001:50) bahwa: “Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, unjuk kerja atau penampilan kerja”.
Samsudin (2005:159) menyebutkan bahwa: “Kinerja adalah tingkat pelaksanaan tugas yang dapat dicapai seseorang, unit atau divisi dengan menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi/perusahaan”.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah penampilan yang melakukan, menggambarkan dan menghasilkan sesuatu hal, baik yang bersifat fisik dan non fisik yang sesuai dengan petunjuk, fungsi dan tugasnya yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan, dan motivasi.
Byar dan Lyod (1981:213), mengatakan bahwa kinerja menunjukkan derajat penyelesaian tugas yang menyertai pekerjaan seseorang dan kinerja merupakan suatu refleksi seberapa besar individu memenuhi tuntutan sebuah pekerjaan. Soeprihanto (2000:7), menyatakan bahwa kinerja seorang karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode waktu tertentu dibandingkan berbagai kemungkinan, misalnya standar atau target/kriteria lain yang ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.
Soeprihanto (2000:10), menyatakan bahwa penilain kinerja suatu sistem yang digunakan untuk menilai atau mengetahui apakah karyawan telah melasanakan pekerjaan masingmasing secara keseluruhan. Sistem penilaian kerja harus mempunyai standar pelaksanaan kerja yang berhubungan dengan hasil yang diinginan dan telah ditetapkan untuk memberikan gambaran yang akurat tentang kinerja karyawan.
Kinerja merupakan suatu konstruk multidimensional yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Pada sistem kinerja tradisional, kinerja hanya dikaitkan dengan faktor personal, namun kenyataannya, kinerja sering diakibatkan oleh faktor – faktor lain di luar faktor personal, seperti sistem, situasi, kepemimpinan atau tim. Proses penilaian kinerja individu tersebut harus diperluas dengan penilaian kinerja tim dan efektifitas manajernya. Hal ini oleh karena perilaku individu merupakan refleksi perilaku anggota group dan pimpinan. Motivasi berperan penting dalam mengubah perilaku pekerja.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu (job performance) sebagai suatu fungsi dari interaksi atribut individu (individual atribut), usaha kerja (work effort) dan dukungan organisasi (organizational support).
Gambar 1











Faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja adalah kemampuan mereka, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan dan hubungan mereka dengan organisasi. Pengamatan dan analisis manajer tentang perilaku dan prestasi individu dalam bekerja memerlukan pertimbangan ketiga perangakat variabel yang secara langsung mempengaruhi perilaku individu dan hal–hal yang dikerjakan oleh pegawai bersangkutan. Ketiga variabel tersebut dikelompokkan dalam variabei individu, psikologis dan keorganisasian yang merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja. Variabel individu meliputi: kemampuan, ketrampilan, kepuasan, latar belakang, karakteristik/ demografis : usia, jenis kelamin., status perkawinan, masa kerja dan pendidikan. Variabel psikologi meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel organisasi melputi kepemimpinanm, imbalan, kondisi kerja,
dan supervisi.
2.        Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja karyawan adalah masalah penting bagi seluruh pengusaha. Namun, kinerja yang memuaskan tidak terjadi secara otomatis, dimana hal ini akan terjadi dengan menggunakan sistem penilaian manajemen yang baik. Sistem manajemen kinerja (performance management system) terdiri dari proses-proses untuk mengidentifikasi, mendorong, mengukur, mengevaluasi, meningkatkan dan memberi penghargaan terhadap kinerja para karyawan yang dipekerjakan. Sistem manajemen kinerja adalah proses yang digunakan untuk mengidentifikasi, mendorong, mengukur, mengevaluasi, meningkatkan dan memberi penghargaan terhadap kinerja karyawan.
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang antara lain adalah :
1. Kuantitas output
2. Kualitas output
3. Jangka waktu output
4. Kehadiran di tempat kerja
5. Sikap kooperatif

Tampaknya dimensi lainnya dari kinerja mungkin tepat untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu, tetapi yang didata ini adalah yang aling umum. Nmun demikian penilaian ini bersifat umum karena setiap pekerjaan mempunyai kriteria pekerjaanyang spesifik, atau dimensi kinerja kerja yang mengidentifikasikan elemen-elemen paling penting dari suatu pekerjaan.
Standar kinerja menjelaskan tingkat-tingkat kinerja yang diharapkan , dan merupakan bahan perbandingan, tujuan atau target tergantung dari pendekatan yang diambil. Standar kinerja yang realistis, terukur, dan mudah dipahami, menguntungkan baik bagi organisasi maupun bagi karyawan. Standar kinerja mendefiniskan tentang pekerjaan yang tergolong memuaskan. Adalah penting untuk menetapkan standar-standar sebelum pekerjaan itu tampil sehingga semua yang terlibat akan memahami tingkat kinerja yang diharapkan.
Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses evaluasi seberapa baik karyawan mengerjakan pekerjaannya ketika dibandingkan dengan satu set standar, dan kemudian mengkomunikasinnya dengan karyawan. Penilaian demikian disebut sebagai penialian karyawan, evaluasi karyawan, tinjauan kinerja, evaluasi kinerja dan penilaian hasil.
Penilaian kinerja adalah “A way of measuring the contribution of individuals to their organization”. Menilai kinerja pegawai dapat dilakukan dengan mengukur secara kualitatif dan kuantitatif hasil kerja pegawai, yaitu dengan cara melihat prestasi dan kontribusi yang diberikan pegawai dalam bekerja. Selanjutnya, untuk mengetahui apakah karyawan melaksanakan tugas sesuai dengan tuntutan pekerjaan dan apakah kinerjanya meningkat atau menurun, maka organisasi harus melakukan penilaian kinerja kepada anggotanya yang dilakukan secara berkala. Kegiatan penilaian kinerja adalah proses di mana perusahaan mengevaluasi atau menilai kemampuan dan kecakapan kerja pegawai dalam melakukan suatu pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
Enam kriteria pokok yang dapat dipakai untuk mengukur kinerja, yaitu:
1.    Quality. The degree to which the process or result of carrying out an activity approaches perfection, in term of either conforming to same ideal way of performing the activity or fulfilling the activity’s intended purpose.
2.    Quantity. The amount produced, expressed in such terms as dollar value, number of units, or completed activity cycles.
3.    Timeliness. The degree to which an activity is completed, or a result produced, at the earliest time desirable from the standpoints of both coordinating with the outputs of others and maximizing the time available for other activities
4.    Cost effectiveness.. The degree to which  the use of the organization’s resources (e.g., human, monetary, technological, material) is maximized in the sense of getting the highest gain or reduction in loss from each unit or instance of use of resource.
5.    Need for supervision. The degree to which a performer can carry out a job function without either having to request supervisory assistance or requiring supervisory intervention to prevent an adverse outcome.
6.    Interpersonal impact. The degree to which a performer promotes feelings of self esteem, goodwill, and cooperation among coworkers and subordinates.

Beberapa kriteria untuk menilai kinerja pegawai, antara lain:
(a) Intelijensia. Berhubungan dengan kemampuan untuk mengerti kesadaran mental. (b) Pertimbangan. Berhubungan dengan sikap membedakan untuk melihat hubungan antara hal satu dan lainnya. (c) Inisiatif. Berhubungan dengan pemikiran konstruktif dan penuh akal; berkemampuan dan berintelijensi untuk bertindak atas tanggung jawabnya sendiri. (d) Kekuatan. Berhubungan dengan kekuatan moril yang dimiliki dan digunakan untuk mencapai hasil. (e) Kepemimpinan. Berhubungan dengan kemampuan untuk mengarahkan, dan mempengaruhi orang lain dalam tindakan yang tertentu dan dalam menjaga disiplin. (f) Keberanian moril. Berhubungan dengan sifat mental yang membuat seseorang untuk melakukan apa yang dikatakan oleh hati nuraninya tanpa takut-takut. (g) Kerjasama. Berhubungan dengan kemampuan untuk bekerja secara serasi dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama. (h) Kesetiaan. Berhubungan dengan kesesuaian, kesetiaan, kelanggengan, pengabdian semua terhadap otoritas yang lebih tinggi. (i) Keteguhan. Berhubungan dengan upaya mempertahankan tujuan atau saran walaupun ada hambatan. (j) Reaksi terhadap keadaan darurat. Berhubungan dengan kemampuan untuk bertindak secara masuk akal dalam situasi yang sulit dan tak terduga. (k) Daya tahan. Berhubungan dengan kemampuan untuk bekerja dalam kondisi apapun. (l) Kerajinan. Berhubungan dengan prestasi kerja dari segi tenaganya. (m) penampilan dan kerapihan diri serta pakaian. Berhubungan dengan harga diri, kelengkapan seragam, dan kerapihan penampilannya.

Beberapa dimensi atau  kriteria yang perlu mendapat perhatian dalam mengukur kinerja, antara lain :
(1) Quantity of work, yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan. (2) Quality of work, yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. (3) Job knowledge, yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya. (4) Creativeness, yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul. (5) Cooperation, yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain sesama anggota organisasi. (6) Dependability, yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan menyelesaikan pekerjaan. (7) Initiative, yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya. (8) Personal qualities, yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi.

Selanjutnya masih menurut Gomes (2003:142) bahwa untuk dapat melakukan penilaian terhadap kinerja secara efektif, ada dua syarat utama yang harus diperhatikan, yaitu (1) adanya kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif dan (2) adanya objektivitas dalam proses evaluasi. Selengkapnya berikut penjelasan dari Gomes tersebut:
1.         Kriteria pengembangan kinerja yang dapat diukur secara objektif untuk pengembangannya diperlukan kualifikasi-kualifikasi tertentu. Ada tiga kualifikasi penting bagi pengembangan kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif, yaitu: (a) Relevansi, yaitu pengukuran yang menunjukkan tingkat kesesuaian antara kriteria dengan tujuan-tujuan kinerja. Misalnya kecepatan produksi bisa menjadi ukuran kinerja yang lebih relevan jika dibandingkan dengan penampilan seseorang. (b) Reliabilitas, yaitu pengukuran yang menunjukkan tingkat dimana kriteria menghasilkan hasil yang konsisten. Ukuran-ukuran kuantitatif seperti satuan-satuan produksi dan volume penjualan bisa menghasilkan ukuran yang konsisten secara relatif. Sedangkan kriteria-kriteria yang sifatnya subjektif, seperti sikap, kreativitas dan kerja sama menghasilkan pengukuran yang tidak konsisten karena tergantung pada orang yang mengevaluasinya. (c) Diskriminasi, yaitu tingkat pengukuran dimana suatu kriteria kinerja bisa memperlihatkan perbedaan-perbedaan dalam kinerja. Jika nilai cenderung menunjukkan semua baik atau jelek, ini berarti ukuran kinerja tidak bersifat diskriminatif, tidak membedakan kinerja dari masing-masing pekerja.
2.         Dilihat dari efektivitas dalam proses evaluasi, ada tiga penilaian kinerja yang saling berbeda, yaitu: (1) Result-based performance evaluation. Penilaian kinerja berdasarkan hasil akhir, yaitu tipe penilaian kinerja yang dilakukan dengan merumuskan kinerja dalam mencapai tujuan organisasi dan melakukan pengukuran hasil-hasil akhirnya. (2) Behavior-based performance evaluation. Penilaian kinerja berdasarkan perilaku, yaitu tipe penilaian kinerja yang bermaksud untuk mengukur tercapainya sasaran (goals), dan bukan hasil akhirnya (end results). Dalam praktek, kebanyakan pekerjaan yang tidak dapat diukur kinerjanya dengan ukuran yang objektif karena melibatkan aspek-aspek kualitatif. (3) Judgment-performance evaluation. Penilaian kinerja berdasarkan judgment, yaitu tipe penilaian kinerja yang menilai atau mengevaluasi kinerja pekerja berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik seperti quantity of work, quality of work, job knowledge, cooperation, initiative, reliability, interpersonal competence, loyality, dependability, personal qualities dan yang sejenisnya.


a.         Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja, pada umumnya memiliki tiga tujuan utama, yaitu: tujuan administratif, tujuan pengembangan karyawan, serta tujuan strategis. Tujuan administratif adalah untuk : peningkatan gaji, promosi, pemberian penghargaan, pemutusan hubungan kerja. Tujuan pengembangan karyawan berkaitan dengan: konseling dan bimbingan, serta pelatihan dan pengembangan. Adapun tujuan strategis dari penilaian kinerja adalah untuk: menilai apakah karakteristik, perilaku, dan hasil kerja karyawan mengarah pada pencapaian tujuan organisasi, mendiagnosa masalah-masalah organisasi, serta mengabsahkan tes yang digunakan dalam seleksi karyawan. Sampai sekarang ini, pada umumnya penilaian kinerja digunakan untuk mencapai tujuan administratif dan pengembangan karyawan
Kinerja adalah hasil dari prestasi kerja yang telah dicapai seorang karyawan sesuai dengan fungsi tugasnya pada periode tertentu (Bernadin & Russell, 1993 : 379). Adapun Manfaat penilaian kinerja menurut T. Hani Handoko (1994 : 135), Jennifer M. George & Gareth R. Jones (1996 : 223) dan Sondang P. Siagian (1995 : 227) adalah sebagai berikut :
(1) Perbaikan prestasi kerja
(2) Penyesuaian kompensasi
(3) Keputusan penempatan
(4) Kebutuhan latihan dan pengembangan
(5) Perencanaan dan pengembangan karier
(6) Memperbaiki penyimpangan proses staffing
(7) Mengurangi ketidak-akuratan informasi
(8) Memperbaiki kesalahan desain pekerjaan
(9) Kesempatan kerja yang adil
(10) Membantu menghadapi tantangan eksternal

Sedangkan penilaian kinerja menurut Werther dan Davis (1996:342) mempunyai beberapa tujuan dan manfaat bagi organisasi dan pegawai yang dinilai, yaitu:
1. Performance Improvement. Yaitu memungkinkan pegawai dan manajer untuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja.
2. Compensation adjustment. Membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.
3.   Placement decision. Menentukan promosi, transfer, dan demotion.
4. Training and development needs mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi pegawai agar kinerja mereka lebih optimal.
5. Carrer planning and development. Memandu untuk menentukan jenis karir dan potensi karir yang dapat dicapai.
6. Staffing process deficiencies. Mempengaruhi prosedur perekrutan pegawai.
7. Informational inaccuracies and job-design errors. Membantu menjelaskan apa saja kesalahan yang telah terjadi dalam manajemen sumber daya manusia terutama di bidang informasi job-analysis, job-design, dan sistem informasi manajemen sumber daya manusia.
8. Equal employment opportunity. Menunjukkan bahwa placement decision tidak diskriminatif.
9. External challenges. Kadang-kadang kinerja pegawai dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keluarga, keuangan pribadi, kesehatan, dan lain-lainnya. Biasanya faktor ini tidak terlalu kelihatan, namun dengan melakukan penilaian kinerja, faktor-faktor eksternal ini akan kelihatan sehingga membantu departemen sumber daya manusia untuk memberikan bantuan bagi peningkatan kinerja pegawai.
10. Feedback. Memberikan umpan balik bagi urusan kepegawaian maupun bagi pegawai itu sendiri

b.        Permasalahan Dalam Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi. Apapun bentuk atau metode penilaian yang dilakukan oleh pihak manajemen harus adil, realistis, valid, dan relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai karena penilaian kinerja ini tidak hanya berkaitan dengan masalah prestasi semata, namun juga menyangkut masalah gaji, hubungan kerja, promosi/demosi, dan penempatan pegawai. Adapun bias-bias yang sering muncul menurut Werther dan Davis (1996:348) adalah:
1. Hallo Effect, terjadi karena penilai menyukai atau tidak menyukai sifat pegawai yang dinilainya. Oleh karena itu, pegawai yang disukai oleh penilai cenderung akan memperoleh nilai positif pada semua aspek penilaian, dan begitu pula sebaliknya, seorang pegawai yang tidak disukai akan mendapatkan nilai negatif pada semua aspek penilaian;
2. Liniency and Severity Effect. Liniency effect ialah penilai cenderung beranggapan bahwa mereka harus berlaku baik terhadap pegawai, sehingga mereka cenderung memberi nilai yang baik terhadap semua aspek penilaian. Sedangkan severity effect ialah penilai cenderung mempunyai falsafah dan pandangan yang sebaliknya terhadap pegawai sehingga cenderung akan memberikan nilai yang buruk;
3. Central tendency, yaitu penilai tidak ingin menilai terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah kepada bawahannya (selalu berada di tengah-tengah). Toleransi penilai yang terlalu berlebihan tersebut menjadikan penilai cenderung memberikan penilaian dengan nilai yang rata-rata.
4. Assimilation and differential effect. Assimilation effect, yaitu penilai cenderung menyukai pegawai yang mempunyai ciri-ciri atau sifat seperti mereka, sehingga akan memberikan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan pegawai yang tidak memiliki kesamaan sifat dan ciri-ciri dengannya. Sedangkan differential effect, yaitu penilai cenderung menyukai pegawai yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri yang tidak ada pada dirinya, tapi sifat-sifat itulah yang mereka inginkan, sehingga penilai akan memberinya nilai yang lebih baik dibanding yang lainnya;
5. First impression error, yaitu penilai yang mengambil kesimpulan tentang pegawai berdasarkan kontak pertama mereka dan cenderung akan membawa kesan-kesan ini dalam penilaiannya hingga jangka waktu yang lama;
6. Recency effect, penilai cenderung memberikan nilai atas dasar perilaku yang baru saja mereka saksikan, dan melupakan perilaku yang lalu selama suatu jangka waktu tertentu.

Berdasarkan pendapat tersebut maka kendala dan hambatan yang biasanya muncul dalam penilaian kinerja adalah: (1) Hallo Effect, (2) Standar yang tidak jelas, (3) Terlalu longgar atau terlalu ketat, (4) Kecenderungan central atau terpusat, (5) Prasangka pribadi, (6) Pengaruh kesan terakhir. Berbagai distorsi tersebut dapat dikurangi melalui pemberian latihan bagi para penilai, umpan balik, dan pemilihan teknik-teknik penilaian kinerja secara tepat.
3.        Kinerja Dosen
Kinerja merupakan hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau criteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama
Kinerja atau performance merupakan aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas pokok yang dibebankan kepadanya (King, 1993 : 19). Setiap orang yang memiliki jabatan atau pekerjaan tertentu selalu terkait dengan sejumlah tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukannya. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab tersebut merupakan pengekspresian seluruh potensi dan kemampuan yang dimiliki seseorang serta menuntut adanya kepemilikan yang penuh dan menyeluruh (Whitmore, 1997: 104). Dengan demikian munculnya kinerja seseorang merupakan akibat dari adanya suatu pekerjaan atau tugas yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan profesi dan job deskcription individu yang bersangkutan.
Dengan kata lain, kualitas kinerja dosen dapat dilihat dari pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya sebagai dosen, baik dalam bidang pendidikan dan pembelajaran, penelitian, maupun pengabdian pada masyarakat. Studi Ace Suryani yang ditulis oleh Rahman Assegaf dalam Artikel Swara Cendekia No. 5 Th. I (2005:1) menyebutkan bahwa kualitas kinerja dosen dapat dianalisis dari lima indikator, yaitu :
a. Kemampuan profesional (Professional Capacity) sebagaimana terukur dengan ijasah, jenjang pendidikan, jabatan, golongan , dan pelatihan;
b. Upaya profesional (professional effort) sebagaimana terukur dari kegiatan mengajar, pengabdian dan penelitian;
c. Waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional (teachers time) sebagaimana terukur dari masa jabatan, pengalaman mengajar, dan lainnya;
d. Kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya (link and match) sebagaimana terukur dari mata pelajaran yang diampu;
e. Tingkat kesejahteraan (Prosperiousity) sebagaimana terukur dari upah, honor dan pengahsilan rutin lainnya.

4.        Menilai Konerja Dosen
Kinerja adalah catatan hasil akhir setelah suatu pekerjaan atau aktivitas tertentu dilakukan selama kurun waktu tertentu. Sedangkan evaluasi kinerja adalah penilaian secara menyeluruh yang mencakup masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil (results), manfaat (benefits) dan dampak (impacts). Komponen evaluasi kinerja digunakan sebagai ukuran pencapaian tujuan, yakni efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan profitabilitas. Efektivitas adalah keberhasilan pencapaian tujuan dengan tanpa memperhatikan besaran input. Efisiensi adalah keberhasilan pencapaian tujuan dengan perbandingan output yang lebih besar dari input. Produktivitas adalah pencapaian hasil akhir yang diperoleh dalam proses produksi. Profitabilitas adalah besaran keuntungan yang diperoleh dalam proses produksi. Berdasarkan keempat parameter tersebut, maka yang kemudian menjadi fokus utama adalah meningkatkan produktivitas karena lebih berorientasi pada produk.
Besar kecilnya produktivitas ditentukan oleh faktor-faktor berikut, yaitu: knowledge (pengetahuan), skills (keterampilan), abilities (kemampuan), attitude (sikap), dan behaviors (perilaku). Kelima faktor ini terdapat pada UU no 14 tahun 2005 pasal 20 dan 60 sebagai kewajiban Guru maupun Dosen. Sebagai kewajiban, Guru dan Dosen bertanggung jawab untuk melaksanakannya dalam tugas-tugas sehari-hari. Namun yang menjadi kendala adalah ketiadaan bantuan dari institusi pemerintah sehingga kewajiban-kewajiban tersebut dapat terwujud. Khusus untuk kewajiban meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Wujud kegiatan tersebut bisa dilakukan dengan studi lanjut, mengikuti pelatihan, dan workshop. Namun keterbatasan anggaran sering menjadi alasan sehingga tidak bisa melaksanakan kewajiban tersebut. Kalaupun bisa, Guru atau Dosen yang bersangkutan menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk melakukan secara mandiri. Hal ini sering terjadi pada penelitian maupun kegiatan pengabdian masyarakat pada dosen.
Kinerja dosen dinilai dari hasil kerja di bidang pendidikan tinggi, bidang bimbingan, bidang penelitian, bidang pengabdian, dan bidang administrasi. Untuk menghasilkan kinerja yang tinggi, dosen harus menjalankan seluruh fungsinya dengan baik, tugas-tugas doesn dalam menjalankan profesinya adalah mendidik, membimbing, meneliti, dan melakukan pengabdian kepada masyarakat. Dengan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi proses transformasi kepakaran, penggunaan teknologi pembelajaran, dan yang didukung oleh Komitmen, Motivasi, dan Kesejahteraan diharapkan dapat mendapatkan profil dosen sebagai penjamin mutu hasil belajar mahasiswa di perguruan tinggi. Dengan diketahui profil dosen yang dapat meningkatkan kinerja, akan dapat dilakukan perencanaan dan pengembangan sumber daya dosen ke arah peningkatan kualitas lulusan dan kualitas perguruan tinggi.

B.       PENGEMBANGAN SDM
1.        Hakekat Pengembangan SDM
Tenaga kerja yang bekerja pada organisasi atau perusahaan harus menguasai pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Untuk itu diperlukan suatu pembekalan agar tenaga kerja yang ada dapat lebih menguasai dan ahli di bidangnya masing-masing serta meningkatkan kinerja yang ada. Dengan begitu proses pengembangan dan evaluasi karyawan menjadi sangat penting mulai dari karyawan pada tingkat rendah maupun yang tinggi, Richard A. Swanson mengartikan: “ Pengembangan sumber daya manusia adalah suatu proses pengembangan dan / atau melepaskan keahlian manusia melalui pengembangan organisasi dan pelatihan personil untuk tujuan meningkatkan kinerja”.
Dalam tahap pengembangan sumber daya manusia ini terdapat dua aspek kegiatan penting yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yakni kegiatan pelatihan dan kegiatan pengembangan sumber daya manusia itu sendiri yang dimaksudkan agar potensi yang dimiliki pegawai dapat digunakan secara efektif. Kegiatan pelatihan dipandang sebagai awal yaitu dengan diadakannya proses orientasi yang kemudian dilanjutkan secara berkelanjutan selama pegawai tersebut berada di dalam organisasi.
CIDA (Canadian International Development Agency) seperti dikutip oleh Effendi (1993) mengemukakan bahwa pengembangan sumber daya manusia menekankan manusia baik sebagai alat (means) maupun sebagai tujuan akhir pembangunan. Dalam jangka pendek, dapat diartikan sebagai pengembangan pendidikan dan pelatihan untuk memenuhi segera tenaga ahli tehnik, kepemimpinan, tenaga administrasi.
Pengertian di atas meletakan manusia sebagai pelaku dan penerima pembangunan. Tindakan yang perlu dilakukan dalam jangka pendek adalah memberikan pendidikan dan latihan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil. Dalam hal ini Effendi (1992) mengemukakan bahwa meskipun unsur kesehatan dan gizi, kesempatan kerja, lingkungan hidup yang sehat, pengembangan karir ditempat kerja, dan kehidupan politik yang bebas termasuk pendukung dalam pengembangan sumber daya manusia, pendidikan dan pelatihan merupakan unsur terpenting dalam pengembangannya.
Demikian pula Martoyo (1992) mengemukakan bahwa “ setiap organisasi apapun bentuknya senantiasa akan berupaya dapat tercapainya tujuan organisasi yang bersangkutan dengan efektif dan efisien ”. Efisiensi maupun efektivitas organisasi sangat tergantung pada baik dan buruknya pengembangan sumber daya manusia/anggota organisasi itu sendiri. Ini berarti bahwa sumber daya manusia yang ada dalam organisasi tersebut secara proporsional harus diberikan pendidikan dan latihan yang sebaik-baiknya, bahkan harus sesempurna mungkin.
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukan dapat disimpulkan bahwa pengembangan sumber daya manusia meliputi : unsur kesehatan dan gizi, kesempatan kerja, lingkungan hidup sehat, pengembangan karir ditempat kerja, kehidupan politik yang bebas, serta pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan unsur-unsur tersebut, pendidikan dan pelatihan merupakan unsur terpenting dalam pengembangan sumber daya manusia.
Pengembangan SDM memiliki dua konsep. Pertama adalah konsep normative dan kedua konsep teknis. Konsep normatif berkenaan dengan fungsi-fungsi dasar yang harus ada dalam kehidupan manusia dan menjadi patokan ideal untuk pelaksanaan konsep yang lebih implementatif (konsep teknis). Sedangkan yang kedua konsep teknis, adalah berkaitan dengan implementasi konsep pertama yang bersifat conditioning dan kasuistis. Manajemen pendidikan memasukkan pengembangan (development) sebagai salah satu fungsi dalam manajemen SDM, adapun fungsi yang lain, adalah: planning, recruitment, selection, induction, appraisal, conpetation, continuity, security, bargaining, information (Castetter, 1981, 51). Tujuan dari pengembangan adalah meningkatkan kinerja (performance) guna tercapainya efisiensi, efektivitas dan gilirannya dapat meningkatkan produktivitas.
Dengan demikian “pengembangan” adalah upaya sistematis untuk memberdayakan komponen SDM melalui tindakan optimal terhadap factor-faktor pembentuk produktivitas kinerja individu maupun kelompok. Hal tersebut selaras dengan pendapat Castetter (1982:275) yang menyatakan pengembangan harus dipandang sebagai kegiatan untuk meningkatkan kemampuan perseorangan agar lebih bertanggungjawab dalam system.
a.         Manfaat dan Tujuan Pengembangan SDM
Tujuan pengembangan sumber daya manusia menurut Martoyo (1992) adalah dapat ditingkatkannya kemampuan, keterampilan dan sikap karyawan/anggota organisasi sehingga lebih efektif dan efisien dalam mencapai sasaran-sasaran program ataupun tujuan organisasi.
Menurut Manullang (1980), tujuan pengembangan pegawai sebenarnya sama dengan tujuan latihan pegawai. Sesungguhnya tujuan latihan atau tujuan pengembangan pegawai yang efektif, adalah untuk memperoleh tiga hal yaitu : (1) menambah pengetahuan; (2) menambah ketrampilan; (3) merubah sikap.
Sedangkan manfaat dan tujuan dari kegiatan pengembangan sumber daya manusia menurut Schuler (1992), yaitu :
a)         Mengurangi dan menghilangkan kinerja yang buruk
Dalam hal ini kegiatan pengembangan akan meningkatkan kinerja pegawai saat ini, yang dirasakan kurang dapat bekerja secara efektif dan ditujukan untuk dapat mencapai efektivitas kerja sebagaimana yang diharapkan oleh organisasi.
b)        Meningkatkan produktivitas
Dengan mengikuti kegiatan pengembangan berarti pegawai juga memperoleh tambahan ketrampilan dan pengetahuan baru yang bermanfaat bagi pelaksanaan pekerjaan mereka. Dengan semikian diharapkan juga secara tidak langsung akan meningkatkan produktivitas kerjanya.
c)         Meningkatkan fleksibilitas dari angkatan kerja
Dengan semakin banyaknya ketrampilan yang dimiliki pegawai, maka akan lebih fleksibel dan mudah untuk menyesuaikan diri dengan kemungkinan adanya perubahan yang terjadi dilingkungan organisasi. Misalnya bila organisasi memerlukan pegawai dengan kualifikasi tertentu, maka organisasi tidak perlu lagi menambah pegawai yang baru, oleh Karena pegawai yang dimiliki sudah cukup memenuhi syarat untuk pekerjaan tersebut.
d)        Meningkatkan komitmen karyawan
Dengan melalui kegiatan pengembangan, pegawai diharapkan akan memiliki persepsi yang baik tentang organisasi yang secara tidak langsung akan meningkatkan komitmen kerja pegawai serta dapat memotivasi mereka untuk menampilkan kinerja yang baik.
e)         Mengurangi turn over dan absensi
Bahwa dengan semakin besarnya komitmen pegawai terhadap organisasi akan memberikan dampak terhadap adanya pengurangan tingkat turn over absensi. Dengan demikian juga berarti meningkatkan produktivitas organisasi.

Jika disimak dari pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pengembangan pegawai, pada umumnya adalah sebagai berikut : a) Agar pegawai dapat melakukan pekerjaan lebih efisien. b) Agar pengawasan lebih sedikit terhadap pegawai. c) Agar pegawai lebih cepat berkembang. d) Menstabilisasi pegawai.
b.        Pendidikan dan Pelatihan
Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli yang berkenaan dengan pendidikan dan pelatihan. Notoatmodjo (1992) mengemukakan bahwa pendidikan dan pelatihan adalah merupakan upaya untuk pengembangan sumber daya manusia, terutama untuk pengembangan aspek kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Penggunaan istilah pendidikan dan pelatihan dalam suatu institusi atau organisasi biasanya disatukan menjadi diklat (pendidikan dan pelatihan). Unit yang menangani pendidikan dan pelatihan pegawai lazim disebut PUSDIKLAT (Pusat pendidikan dan Pelatihan).
Simanjuntak mengemukakan bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan dan pelatihan tidak saja menambah pengetahuan, akan tetapi juga meningkatkan keterampilan bekerja, dengan demikian meningkatkan produktivitas kerja.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan sumber daya manusia dalam suatu organisasi adalah upaya peningkatan kemampuan pegawai yang dalam penelitian ini dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif.
Selanjutnya ada yang membedakan pengertian pendidikan dan pelatihan, antara lain Notoatmodjo. Menurut Notoadmodjo (1992) pendidikan di dalam suatu organisasi adalah suatu proses pengembangan kemampuan ke arah yang diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan. Sedang pelatihan merupakan bagian dari suatu proses pendidikan, yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau kelompok orang.
Westerman dan Donoghue (1992) memberikan pengertian pelatihan sebagai pengembangan secara sistimatis pola sikap/pengetahuan/keahlian yang diperlukan oleh seseorang untuk melaksanakan tugas atau pekerjaannya secara memadai. Sedangkan Latoirner seperti dikutip oleh Saksono (1993) mengemukakan bahwa para pegawai dapat berkembang lebih pesat dan lebih baik serta bekerja lebih efisien apabila sebelum bekerja mereka menerima latihan di bawah bimbingan dan pengawasan seorang instruktur yang ahli.


c.         Strategi Pendidikan dan Pelatihan
Ada dua strategi pendidikan / pelatihan yang dapat dilakukan organisasi, yaitu pendidikan yang dilakukan didalam organisasi tempat kerja pegawai (on the job training) dan pendidikan yang dilakukan diluar tempat kerja pegawai (off the job training). Strategi atau Metode “on the job training” dilakukan oleh instansi kepada pegawai dengan tetap bekerja sambil mengikuti pendidikan / pelatihan. Kegiatan ini meliputi rotasi kerja dimana pegawai pada waktu tertentu melakukan suatu rangkaian pekerjaan (job rotation). Pegawai secara internal dilatih dan dibimbing oleh pegawai lain yang berkemampuan tinggi dan mempunyai kewenangan melatih (Wilson,dkk,1983; Sloane dan Witney,1988).
Menurut Wilson (1983) ; Sloane dan Witney (1988) metode “off the job training” di lakukan diluar tempat kerja pegawai. Pendidikan / latihan mengacu pada simulasi pekerjaan yang sebenarnya. Tujuannya adalah untuk menghindarkan tekanan-tekanan yang mungkin mempengaruhi jalannya proses belajar. Metode ini dapat juga dilakukan didalam kelas dengan seminar, kuliah dengan pemutaran film tentang pendidikan sumber daya manusia. “Job rotation” berkaitan dengan pemindahan sementara seorang / sekelompok pegawai dari satu posisi ke posisi lain, sehingga mereka dapat memperluas pengalaman terhadap berbagai aspek operasional instansi. Aktivitas kerja berkaitan dengan pemberian tugas yang penting kepada peserta pendidikan untuk mengembangkan pengalaman dan kecakapan.
Berdasarkan pembicaraan mengenai pengembangan SDM di atas, maka dapat disimpulkan bahwa SDM merupakan komponen terpenting dalam instansi / organisasi. Penggunaan mesin-mesin berteknologi tinggi tidak bermakna tanpa SDM menjadi prioritas utama yang perlu diperhatikan. Sumber daya manusia yang berkualitas akan mengelola instansi dengan baik pula. Pengelolaan di sini adalah pengelolaan disemua bidang pekerjaan, termasuk pelayanan dan perencanaan.
2.        Pengembangan Mutu Dosen
Pengembangan mutu dosen adalah suatu proses meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan dosen dalam melaksanakan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi, sehingga tugas dan kewajibannya tersebut dapat dikerjakan secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan pendidikan tinggi. Pengembangan mutu dosen mutlak dilakukan sejak lembaga perguruan tinggi menetapkan kebutuhan dosen, termasuk jumlah, kualifikasi dan penempatannya; menetapkan kebijakan rekrutmen, menetapkan kebijakan seleksi. Selanjutnya pengembangan mutu dosen dapat dilakukan dengan menetapkan kebijakan pengembangan bagi dosen yang sudah direkrut dengan menyediakan sarana pendukung untuk pengembangan secara mandiri, seperti akses internet ke situs-situs gratis, penyediaan buku-buku dan jurnal-jurnal untuk pengembangan wawasan keilmuan, mengadakan penilaian kerja sebagai bahan peningkatan gaji, menetapkan kebijakan untuk pengembangan profesi dosen. Dan yang tak kalah pentingnya adalah menetapkan kebijakan yang mendukung dosen untuk mendapatkan kesempatan beasiswa.
Sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor penentu dalam pengembangan lembaga Pendidikan Tinggi. Program pengembangan Sumberdaya Manusia harus menjadi unsur paling penting dalam pengembangan sebuah lembaga. Citra akademis suatu lembaga Pendidikan Tinggi akan sangat ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia yang ada didalamnya, beserta karya-karya keilmuan yang dihasilkan sebagai sumbangan untuk masyarakat maupun pengembangan bidang ilmu masing-masing.
Pengembangan sumberdaya manusia, khususnya karir dan prestasi, perlu direncanakan secara sistematis, selaras dengan perjalanan institusi yang sesuai dengan prestasi dan minat individual, serta memperhatikan peluang-peluang yang ada dalam lingkungan dan bidang ilmu masing-masing.
Kenyataan menunjukkan bahwa pengembangan karir dan prestasi jarang direncanakan secara sistematis, sehingga seringkali hanya berkembang secara acak dan konsekuensinya pengembangan karir dan prestasi sering tidak menempatkan sumberdaya manusia sesuai dengan kemampuannya. Akhirnya tujuan lembaga maupun individu sulit atau bahkan tidak dapat tercapai.
Dalam proses mancapai tujuan organisasi diperlukan standar pengukuran keberhasilan yang harus dicapai baik oleh sumberdaya manusia secara individu maupun organisasi secara keseluruhan. Dosen sebagai salah satu komponen sumberdaya manusia dalam lembaga pendidikan tinggi perlu diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuannya. Penilaian kinerja merupakan proses pengukuran kinerja dosen yang secara umum mencakup aspek kualitatif maupun kuantitatif.
a.         Bentuk Pengembangan Dosen
Pada dasarnya program "pengembangan" didasari oleh prinsip terpenuhinya dua (2) harapan pokok, yakni: (a) meningkatnya kontribusi individu selaras dengan harapan manajemen universitas, (b) terpenuhinya kebutuhan dosen, kerja dan individual, dari manajemen universitas. Jalinan simbiose conditio sine quanon dalam setiap upaya pengembangan.
Pengembangan dalam kaitan itu dapat diklarifikasikan ke dalam beberapa sub pengembangan, yaitu:
Pertama, pengembangan kompentensi, berhu-bungan dengan peningkatan kemampuan: menguasai bahan, mengelola program pembelajaran, memilih dan menngunakan media dan sumber belajar, menguasai landasan kependidikan, mengelola kelas, mengelola interaksi pembelajaran, menilai prestasi hasil pembelajaran, melaksanakan fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan, menyelenggarakan administrasi pendidikan, memahami prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan untuk pembelajaran, mengembangkan pengetahuan dengan metoda ilmiah, mempublikasikan dan menerapkan pengetahuan, dan mengembangkan diri. Upaya yang didapat dilakukan untuk itu, antara lain: Asistensi (Assistenships), Pertemuan dosen (Lectures Confrences), Seminar (Seminars), Bimbingan diskusi (Guided discussions), Lokakarya, Program Intruksional (Programmed Inntructions), Tugas khusus (Special Assignments), Pelatihan (coaching), Proyek penelitian (Research Projects), Kursus (Courses), dan lain sebagainya.
Kedua, pengembangan disiplin kerja, diarahkan pada konsistensi individu dalam memahami, menghayati, melaksanakan, dan memasyarakatkan ketentuan berprilaku dalam sistem kelembagaan. Pensosialisasian berbagai ketentuan dan aturan mengenai disiplin harus dilakukan. Ketentuan yang tidak diketahui sering menyebabkan pelanggaran atas disiplin kerja dosen. Misal, beban tugas dalam bentuk satuan kredit semester (SKS) dalam prakteknya belum banyak dipahami baiok oleh pimpinan maupun dosen. Sering dipertanyakan, bila tidak datang ke kampus karena mengadakan bimbingan skripsi di rumah, apakah termasuk pelanggaran disiplin ? ataumembimbing skripsi haruskah selalu di kampus ?, bila ya, adalah fasilitas yang memadai untuk terjadinya interaksi yang baik dalam proses bimbingan itu. Dalam prakteknya sebagai PTS belum mampu memberikan fasilitas yang memadai untuk kegiatan perkuliahan sekalipun, apalagiuntuk kegiatan diluar itu, walau masih dalamkerangka kegiatan akademis.
Ketiga, pengembangan semangat kerja, memiliki karakteristik yang berlainan dengan pengembangan disiplin kerja. Semangat kerja berkaitan dengan ketulusan hati harena adanya kepuasan kerja sebagai akibat terpenuhinya kebutuhan dasar dari pekerjaan yang dilakukan. Kehadiran, kelambanan, antusisme, kerjasama merupakan indikator-indikator penting untuk mengukur semangat kerja.
Keempat, pengembangan karir dan kesejahteraan, pengembangan ini sangat dibutuhkan dalam mendukung usaha-usaha pengembangan sebelumnya. Pengembangan ini memiliki fungsi pemeliharaan atas upaya-upaya yang dilakukan dalam pengembangan-pengembangan sebelumnya.

Keberhasilan pengembangan SDM dosen sangat tergantung sinergi dari unit yang ada dalam struktur internal perguruan tinggi, yang terakomodasi dalam suatu tatanan kendali sistem manajemen yang ter-sentralize dimana setiap unit memiliki komitmen yang kuat untuk mendukungnya.


C.      SISTEM KOMPENSASI
1.        Hakekat Kompensasi
Seorang yang bekerja atau memberikan kontribusi terhadap organisasi berupa badan usaha, Lembaga, instansi, dan lain sebagainya, berhak memperoleh kompensasi, Hasibuan (1990:133) mengartikan “kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang atau barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan”. Menurut Tohardi (2002:411), “kompensasi kerja adalah segala sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka”. Kompensasi kerja merujuk pada semua bentuk upah atau imbalan yang berlaku bagi dan muncul dari pekerjaan mereka, dan mempunyai dua komponen yaitu ada pembayaran keuangan langsung dalam bentuk upah, gaji, insentif, komisi, dan bonus, dan ada pembayaran tidak langsung dalam bentuk tunjangan keuangan seperti asuransi dan uang liburan.
Pada dasarnya manusia bekerja juga ingin memeroleh uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itulah seorang karyawan mulai menghargai kerja keras dan semakin menunjukkan loyalitas terhadap perusahaan dan karena itulah perusahaan memberikan penghargaan terhadap prestasi kerja karyawan yaitu dengan jalan memberikan kompensasi. Salah satu cara manajemen untuk meningkatkan prestasi kerja, memotivasi dan meningkatkan kinerja para karyawan adalah melalui kompensasi (Mathis dan Jackson, 2000).
Hani Handoko (1993) menyatakan bahwa kompensasi penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran karya mereka diantara para karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Kompensasi acapkali juga disebut penghargaan dan dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi (Mutiara S. Panggabean, 2002).
Selain itu dalam buku Malayu S.P. Hasibuan (2002) terdapat beberapa pengertian kompensasi dari beberapa tokoh yaitu :
1. Menurut William B. Werther dan Keith Davis kompensasi adalah apa yang seorang pekerja terima sebagai balasan dari pekerjaan yang diberikannya. Baik upah per jam ataupun gaji periodic didesain dan dikelola oleh bagian personalia.
2. Menurut Andrew F. Sikula kompensasi adalah segala sesuatu yang dikonstitusikan atau dianggap segai suatu balas jasa atau ekuivalen.

Pengertian kompensasi juga terdapat pada berbagai literatur yang dikemukakan oleh beberapa pakar, antara lain:
1. Menurut Bejo Siswanto (2003) kompensasi merupakan istilah luas yang berkaitan dengan imbalan-imbalan finansial yang diterima oleh orang-orang melalui hubungan kepegawaian mereka dengan organisasi.
2. Menurut Dessler (1997) kompensasi karyawan adalah setiap bentuk pembayaran atau imbalan yang diberikan kepada karyawan dan timbul dari dipekerjakannya karyawan itu.
3. Menurut Hani Handoko (1993) kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka.

a.         Jenis-jenis Kompensasi
Kompensasi yang diberikan oleh organisasi kepada para pekerjanya terdapat dalam beberapa bentuk. Menurut Gary Dessler kompensasi mempunyai tiga komponen sebagai berikut: (1) Pembayaran uang secara langsung (direct financial payment) dalam bentuk gaji, dan intensif atau bonus/komisi. (2) Pembayaran tidak langsung (indirect payment) dalam bentuk tunjangan dan asuransi dan (3) Ganjaran non finansial (non financial rewards) seperti jam kerja yang luwes dan kantor yang bergengsi.
Menurut Mondy dan Noe (1993: 320) “kompensasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kompensasi finansial dan kompensasi non financial”. Kompensasi finansial terdiri dari kompensasi finansial langsung (direct financial compensation) dan kompensasi finansial tidak langsung (indirect financial compensation). Kompensasi finansial langsung terdiri dari gaji, upah, bonus dan komisi. Sedangkan kompensasi finansial tidak langsung disebut juga dengan tunjangan, yakni meliputi semua imbalan finansial yang tidak tercakup dalam kompensasi langsung. Sedangkan kompensasi non finansial (nonfinancial compensation) terdiri dari kepuasan yang diterima baik dari pekerjaan itu sendiri, seperti tanggung jawab, peluang akan pengakuan, peluang adanya promosi, atau dari lingkungan psikologis dan atau fisik dimana orang tersebut berada, seperti rekan kerja yang menyenangkan, kebijakan-kebijakan yang sehat, adanya kafetaria , sharing pekerjaan, minggu kerja yang dipadatkan dan adanya waktu luang. Dengan demikian kompensasi tidak hanya berkaitan dengan imbalan-imbalan moneter (ekstrinsik) saja, akan tetapi juga pada tujuan dan imbalan intrinsik organisasi seperti pengakuan, maupun kesempatan promosi.
Sedangkan Michael dan Harold (1993 : 443) “membagi kompensasi dalam tiga bentuk, yaitu material, sosial dan aktivitas”. Bentuk kompensasi material tidak hanya berbentuk uang, seperti gaji, bonus, dan komisi, melainkan segala bentuk penguat fisik (phisical reinforcer), misalnya fasilitas parkir, telepon dan ruang kantor yang nyaman, serta berbagai macam bentuk tunjangan misalnya pensiun, asuransi kesehatan. Kompensasi sosial berhubungan erat dengan kebutuhan berinteraksi dengan orang lain. Bentuk kompensasi ini misalnya status, pengakuan sebagai ahli di bidangnya, penghargaan atas prestasi, promosi, kepastian masa jabatan, rekreasi, pembentukan kelompok-kelompok pengambilan keputusan, dan kelompok khusus yang dibentuk untuk memecahkan permasalahan perusahaan. Sedangkan kompensasi aktivitas merupakan kompensasi yang mampu mengkompensasikan aspek-aspek pekerjaan yang tidak disukainya dengan memberikan kesempatan untuk melakukan aktivitas tertentu. Bentuk kompensasi aktivitas dapat berupa “kekuasaan” yang dimiliki seorang karyawan untuk melakukan aktivitas di luar pekerjaan rutinnya sehingga tidak timbul kebosanan kerja, pendelegasian wewenang, tanggung jawab (otonomi), partisipasi dalam pengambilan keputusan, serta training pengembangan kepribadian.
Ketiga bentuk kompensasi tersebut akan dapat memotivasi karyawan baik dalam pengawasan, prestasi kerja maupun komitmen terhadap perusahaan. Dalam pemberian kompensasi tersebut, tingkat atau besarnya kompensasi harus benar-benar diperhatikan karena tingkat kompensasi akan menentukan gaya hidup, harga diri, dan nilai perusahaan. Kompensasi mempunyai pengaruh yang besar dalam penarikan karyawan, motivasi, produktivitas, dan tingkat perputaran karyawan. (Benardin dan Russel, 1993 : 373)
b.        Tujuan Diadakan Pemberian Kompensasi
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2002), tujuan pemberian kompensasi (balas jasa) antara lain adalah:
1. Ikatan Kerja Sama
Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal antara majikan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha/majikan wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
2. Kepuasan Kerja
Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja darijabatannya.
3. Pengadaan Efektif
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.
4. Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya.
5. Stabilitas Karyawan
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turn-over relatif kecil.
6. Disiplin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.


7. Pengaruh Serikat Buruh
Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.
8. Pengaruh Pemerintah
Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang berlaku (seperti batas upah minimum) maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan.

c.         Kompensasi Dosen
Sebagaimana halnya pegawai pada berbagai organisasi, seorang dosen bekerja didorong oleh motivasi pemenuhun hidup. Berdasarkan pemukiran itu, maka kompensasi sebagai imbal jasa atas kontribusi para dosen terhadap lembaga selaknya diberikan dalam bentuk bervariasi sesuai dengan variasi kebutuhan manusia pada umumnya.
Pemerintah telah memberikan rambu-rambu mengenai bentuk-bentuk kompensasi yang secara umum diterima oleh seorang dosen, yaitu dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37 Tahun 2009 Tentang DOSEN Bab III. Dalam Bab III Pasal 8-10 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37 Tahun 2009, dinyatakan bahwa:
Bagian Kesatu - Tunjangan Profesi
Pasal 8
(1)  Tunjangan profesi diberikan kepada dosen yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.    memiliki sertifikat pendidik yang telah diberi nomor registrasi dosen oleh Departemen;
b.    melaksanakan tridharma perguruan tinggi dengan beban kerja paling sedikit sepadan dengan 12 (dua belas) SKS dan paling banyak 16 (enam belas) SKS pada setiap semester sesuai dengan kualifikasi akademiknya dengan ketentuan:
1)   beban kerja pendidikan dan penelitian paling sedikit sepadan dengan 9 (sembilan) SKS yang dilaksanakan di perguruan tinggi yang bersangkutan; dan
2)   beban kerja pengabdian kepada masyarakat dapat dilaksanakan melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh perguruan inggi yang bersangkutan atau melalui lembaga lain;
c.    tidak terikat sebagai tenaga tetap pada lembaga lain di luar satuan pendidikan tinggi tempat yang bersangkutan bertugas;
d.   terdaftar pada Departemen sebagai dosen tetap; dan
e.    berusia paling tinggi:
1) 65 (enam puluh lima) tahun; atau
2) 70 (tujuh puluh) tahun bagi dosen dengan jabatan profesor yang mendapat perpanjangan masa tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Dosen tetap yang mendapat penugasan sebagai pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan sampai dengan tingkat jurusan tetap memperolah tunjangan profesi sepanjang yang bersangkutan melaksanakan darma pendidikan paling sedikit sepadan dengan 3 (tiga) SKS di perguruan tinggi yang bersangkutan.
Bagian Kedua- Tunjangan Khusus
Pasal 9
(1)      Dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan masyarakat dan ditugaskan oleh Pemerintah pada perguruan tinggi di daerah khusus berhak memperoleh tunjangan khusus yang ditanggung oleh Pemerintah.
Bagian Ketiga - Tunjangan Kehormatan
Pasal 10
(1)   Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi setara 2 (dua) kali gaji pokok profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.

(2)   Tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada profesor yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.    memiliki sertifikat pendidik yang telah diberi nomor registrasi dosen oleh Departemen;
b.    melaksanakan tridharma perguruan tinggi dengan beban kerja paling sedikit sepadan dengan 12 (dua belas) SKS dan paling banyak 16 (enam belas) SKS pada setiap semester sesuai dengan kualifikasi akademiknya dengan ketentuan:
1)        beban kerja pendidikan dan penelitian paling sedikit sepadan dengan 9 (sembilan) SKS yang dilaksanakan di perguruan tinggi yang bersangkutan; dan
2)        beban kerja pengabdian kepada masyarakat dapat dilaksanakan melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan atau melalui lembaga lain;
c.         tidak terikat sebagai tenaga tetap pada lembaga lain di luar satuan pendidikan tinggi tempat yang bersangkutan bertugas;
d.        terdaftar pada Departemen sebagai dosen tetap; dan
e.         berusia paling tinggi:
1)        65 (enam puluh lima) tahun; atau
2)        70 (tujuh puluh) tahun bagi dosen dengan jabatan profesor yang mendapat perpanjangan masa tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)   Profesor yang mendapat penugasan sebagai pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan sampai dengan tingkat jurusan, program studi, atau nama lain yang sejenis, memperoleh tunjangan kehormatan sepanjang yang bersangkutan melaksanakan dharma pendidikan paling sedikit sepadan dengan 3 (tiga) SKS di perguruan tinggi yang bersangkutan.

Dengan hadirnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37 Tahun 2009, maka hak seorang dosen setelah melaksanakan tugasnya lebih jelas dan terlindungi, sehingga mereka merasa puas dan senantiasa termotivasi untuk menunjukkan kinerja terbaik kepada mahasiswanya.



KESIMPULAN


Human resource planning merupakan perencanaan Sumberdaya Manusia yang melibatkan pemenuhan kebutuhan akan personel pada saat ini dan masa datang, dalam konteks ini pimpinan perlu melakukan analisis tujuan pekerjaan syarat-syarat pekerjaan serta ketersediaan personil. Recruitment adalah upaya pemenuhan personil melalui pencarian personil yang sesuai dengan kebutuhan dengan mengacu pada rencana Sumber Daya Manusia yang telah ditentukan. Kemudian dari pendaptar yang diperoleh dalam rekrutmen, dilakukanlah selection untuk menentukan persenonil yang kompeten sesuai dengan persyaratan pekerjaan yang ditetapkan.
Apabila Personil yang dibutuhkan telah diperoleh, maka langkah Manajemen Sumber Daya Manusia yang amat diperlukan adalah Professional development atau pengembangan profesional yang merupakan upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kompetensi personil agar dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi kepentingan organisasi. Dalam hubungan ini maka diperlukan upaya untuk melakukan penilaian kinerja (performance appraisal) sebagai upaya untuk memahami bagaimana kondisi kinerja personil dalam organisasi yang amat diperlukan dalam menentukan kebijakan kompensasi (compensation) serta pengembangan karir personil.
Perguruan Tinggi perlu mengadakan penilaian kinerja yang mengacu pada Tri Dharma Perguruan Tinggi, karena dengan memasukkan unsur-unsur yang terdapat di dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam penilaian kinerja dosen. Yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penilaian kinerja ini ialah kontrol dari pihak penilai/manajemen perguruan tinggi. Selain kontrol, keterbukaan dalam sistem penilaian akan membuat dosen merasa dihargai dan mereka dapat menetapkan target masing-masing. Keterbukaan dan objektivitas akan meningkatkan kepuasan kerja dan akhirnya akan mempengaruhi prestasi perguruan tinggi secara keseluruhan.
Adanya transformasi peran SDM dari Profesional menjadi strategic menuntut adanya pengembangan SDM berbasis kompetensi agar kontribusi kinerja SDM terhadap organisasi menjadi jelas dan terukur, mengingat program pengembangan SDM adalah program yang berkesinambungan maka dalam pelaksanaannya diperlukan proses pembelajaran yang berkelanjutan agar dapat mendukung keberhasilan peningkatan kinerja organisasi.
Kompetensi merupakan salah satu unsure penentu upaya peningkatan kinerja organisasi dan penyediaan tenaga kerja yang memberikan perspektif yang lebih tajam dan spesifik terhadap pekerja dan pekerjaannya. Peningkatan kinerja SDM yang pertama dengan memperbaiki system dan lingkungan kerja sedang yang kedua melalui pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensinya. Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi (PPKB) adalah system pendidikan dan pelatihan yang menawarkan upaya peningkatan kinerja SDM dan organisasi melalui kompetensi yang dapat menciptakan karyawan dengan kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan pekerjaan. Upaya pengembangan SDM melalui PPKB hendaknya diperlukan dukungan dan pertimbangan-pertimbangan seperti:
1.        Komitmen yang tinggi dari manajemen dan penyediaan anggaran atas pembinaan SDM yang berkesinambungan.
2.        Terpeliharannya keselarasan antara kebutuhan pendidikan dan pelatihan dan kebutuhan organisasi.
3.        Seleksi peserta didik dan latih, professionalism instruktur, metode, sarana dan prasarana yang memadai dapat mendukung pengembangan SDM
Pengembangan SDM yang berbasis kompetensi dapat membantu organisasi memiliki manajer yang dapat melaksanakan kepemimpinannya dengan tepat dan akan memiliki pegawai yang mengetahui apa yang seharusnya dilakukan untuk keberhasilan organisasi. Akhirnya, kompetensi apa yang seharusnya dimiliki dan dikembangkan oleh organisasi terhadap anggotanya sepenuhnya tergantung dari visi dan misi organisasi yang bersangkutan denag tetap melihat budaya organisasi.
Sebuah perusahaan atau organisasi wajib menerapkan kompensasi yang adil. Dimana kompensasi tersebut dapat memicu karyawan atau tenaga kerja melaksanakan tugasnya dan menghasilkan laba yang ditargetkan.
            Agar sistem kompensasi efektif, harus memenuhi tujuh kriteria dibawah ini:
1.      Mencukupi (memenuhi ketentuan minimum pemerintah, serikat kerja dna peringkat manajemen)
2.      Adil ( setiap orang diberi kompensasi selaras dengan jumlah usaha yang dicurahkan , kemampuan ,pelatihan, dan sebagainya
3.      Imbang ( jumlah gaji, tunjangan, dan lainnyaimbang)
4.      Efektif dari segi biaya (gaji harus sepadan dengan kemampuan perusahaan )
5.      Memenuhi kebutuhan orang
6.      Memotivasi orang untuk bekerja dengan efektif dan meningkatkan produktivitas
7.      Dapat dimengerti oleh tenaga kerja.
            Kompensasi dengan sistem yang baik dan adil memberikan kontribusi besar dalam perkembangan perusahaan karena dengan kompensasi yang adil membuat para manager mengejar target untuk mengembangkan perusahaan atau organisasi. Sehingga pengendalian managemen ikut berpengaruh dalam masalah kompensasi ini dengan mengejar prestasi yang mereka harapkan sehingga memicu ketatnya persaingan. Para individu cenderung lebih termotivasi oleh insentif positif daripada insentif negatif sehingga sistem pengendalian manajemen akan berjalan dan berhubungan jika kompensasi berorientasi pada insentif positif.




DAFTAR PUSTAKA


BUKU:
Dessler Garry. 2000. Human Resource Management, 8th edition. Upper Saddle River New Jersey: Prentice Hall,Inc.

M Suyanto. 2008. Muhammad Business Strategy And Ethics. Yogyakarta: Andi Offset.
Dr. Haryadi, SE., M.Sc. _____.  Meningkatkan Kinerja Dosen. Lembah Manah. ISBN : 978-602-95150-9-1

Wood, Jack & Joseph Wallace & Rachid M. Zeffane. 2001. Organizational Behavior a Global Perspectives. Australia: John Willey & Sons.

Bernardin, H. John & Joyce E. A. Russell. 1993. Human Resource Management. Singapore: McGraw Hill Inc.

Koontz, Harold & Cyril O’Donnel & Heinz Weihrich. _____. Manajemen. Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Gomes, Faustino Cardoso. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia.

Robert L. Mathis dan John H. Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama, Jilid 2. Jakarta: Salemba Empat

Dessler, Gary. 2000. Human Resource Management 8th Edition. New Jersey:
Prentice-Hall, Inc.

Hasibuan, Malayu S.P. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

John M Ivancevich, Robert Konopaske & Michael T Matteson. 2005. Organizational Behavior And Management, Seventh Edition. The McGraw-Hill Companies (Hal.231).



ARTIKEL

Heru Kurnianto. 2009. “ Penilaian Kinerja Karyawan Berdasarkan Definisi, Tujuan, dan Manfaat “http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/04/penilaian-kinerja-karyawan-definisi.html, Diakses Tanggal 10 Maret 2010.

Swanson, Richard A. ____. “Human Resource Development: Performance Is the Key.”

Lilik Huriyah. 2009. “Manajemen Pengembangan Mutu Dosen Dalam Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa” Artikel Lentera, No. 14 Vol 8

Drs. Herlan Suherlan, MM. ____. “Pengaruh Program Pengembangan  Karir dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan” Jurnal Pariwisata – STP Bandung.

_____________. “Pengembangan Kinerja Menuju Produktivitas (Telaah Masalah Sumber Daya Dosen PTS)” Jurnal – KOPERTIS Wilayah 4 JABAR & Banten.

Endah Setyowati. _____. “Pengembangan SDM Berbasis Kompetensi : Solusi Untuk Meningkatkan Kinerja Organisasi”.

Yasnimar Ilyas & Amin Zuhairi. 2004. “Pengembangan Sistem Penilaian Kinerja Sumber Daya Manusia Pada Institusi Pendidikan Tinggi Jarak Jauh” Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 5, No.1, pp. 1-18.

Keke T. Aritonang, M.Pd. 2005. “Kompensasi Kerja, Disiplin Kerja Guru dan Kinerja Guru SMP Kristen BPK Penabur Jakarta” Jurnal Pendidikan Penabur - No.04.

Habib. 2010. “Pengaruh Kompensasi Terhadap Realisasi Produk Pada PT. Kosmetikatama Super Indah Malang” Artikel SDM.

Johana Halim, SE. 2008. “Hubungan Sistem Kompensasi Karyawan Dengan Efektivitas Pengendalian Manajemen Perusahaan” Artikel Sistem Pengendalian Manajemen.

S. Pantja Djati dan M Khusaini. 2003. “Kajian Terhadap Kepuasan Kompensasi, Komitmen Organisasi, Dan Prestasi Kerja” Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol. 5, No. 1.

Putri Apriliatin, Harlina Nurtjahjanti, S.Psi., M.Si, Ahmad Mujab M., S.Psi. _____. “Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kompensasi Dengan Disiplin Kerja Awak PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi V Di Lingkungan Stasiun Besar Purwokerto” Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Dipenogoro.

Yasinta. 2008. “Sistem Insentif dan Pembayaran”.

Muhammad Anas. 2010. “Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Pada Kantor Balai Perbenihan Tanaman Hutan Sulawesi” Jurnal Hipotesis, Universitas Sawerigading Makassar .

Mundarti. 2007. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dosen Dalam Melaksanakan Proses Belajar Mengajar” Tesis Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat UNDIP.

Sambas. 2009. “Study Comparatives Control Of The Teachers’ Competency By Students Based On Background And Channel School Students Entering New Revenues” Artikel Manajemen.

Genoveva dan Elisabeth Vita M. ____. “Menyusun Sistem Penilaian Kinerja Dosen yang Mendukung Tri Dharma Perguruan Tinggi” Artikel SDM STIE IBII Jakarta.

Kusnan. _____. “Urgensi Supervisi Akademik Bagi Dosen Di Institusi Pendidikan Tinggi”.

KEBIJAKAN:

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37 Tahun 2009 Tentang DOSEN.

Undang-undang No. 14 tahun 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN

0 komentar:

Posting Komentar